istimewa
Kasus cacingan yang sempat menghebohkan publik setelah temuan di Sukabumi membuat banyak orang, terutama Gen Z, ramai-ramai berburu obat cacing. Fenomena ini bahkan viral di media sosial.
Namun, tren ini juga menuai pro kontra. Menanggapi tren tersebut, dokter spesialis anak sekaligus pakar kesehatan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, dr. Gina Noor Djalilah mengingatkan bahwa penggunaan obat cacing tidak bisa sembarangan.
Penggunaan obat cacing yang benar di Indonesia umumnya mengikuti panduan dari Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
"Pemberian obat cacing dapat diulang setiap 6 bulan sekali. Sedangkan untuk daerah non endemis, pemberian obat cacing harus diberikan sesuai indikasi dan sesuai pemeriksaan dokter dengan hasil pemeriksaan tinja positif ditemukan telur cacing atau cacing," kata Gina, Rabu (27/8/2025).
Menurutnya, berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2023, hasil survei di 40 desa pada 10 provinsi menunjukkan prevalensi infeksi cacing berkisar antara 2,2% hingga 96,3%. Angka ini paling banyak ditemukan pada anak usia sekolah 5-14 tahun.
"Indonesia dengan iklim tropis memiliki angka kecacingan tinggi sebesar 28%, dipengaruhi oleh kebersihan, sanitasi, kepadatan penduduk, serta tanah yang lembab," jelas Gina.
Ia melanjutkan, fenomena berburu obat cacing ini bisa jadi dipicu oleh kekhawatiran yang dipicu pemberitaan yang beredar mengenai kasus cacingan. Tak sedikit yang lantas mengonsumsi obat cacing secara mandiri tanpa indikasi medis.
Padahal, menurut Gina, infeksi cacing itu tidak selalu menunjukkan gejala yang jelas.
"Infeksi cacing ringan sering kali tidak menunjukkan gejala yang khas, melainkan hanya berupa kelelahan, kantuk, wajah pucat, dan malnutrisi," ungkapnya.
Infeksi cacing pada anak umumnya disebabkan oleh beberapa jenis cacing, salah satunya adalah cacing gelang. Cacing ini menginfeksi tubuh manusia melalui telur yang menempel pada sayuran atau buah yang tidak dicuci bersih.
Setelah masuk ke dalam tubuh, cacing gelang dewasa bisa tumbuh hingga 20-30 cm dan menghasilkan sampai 200.000 telur setiap hari.
"Keberadaan cacing ini dapat merusak lapisan usus halus dan memicu diare, yang pada akhirnya mengganggu penyerapan karbohidrat dan protein," katanya.
Ia menerangkan, cacing lain yang bisa menyebabkan infeksi adalah cacing cambuk. Cacing dewasa jenis ini bisa bertelur 5.000-10.000 butir per hari. Cacing cambuk menancapkan kepalanya ke dinding usus besar, yang mengakibatkan luka pada usus.
"Bila infeksinya sudah parah, penderitanya akan mengalami diare yang bercampur lendir dan darah," terangnya.
Selain cacing cambuk, ada juga cacing tambang yang bisa bertelur 15.000 hingga 20.000 butir per hari. Larva cacing ini bisa menembus kulit kaki, lalu masuk ke dalam aliran darah dan menuju ke usus halus, paru-paru, serta jantung.
"Infeksi cacing tambang dapat menyebabkan luka pada usus yang lebih dalam dan menimbulkan pendarahan yang lebih parah dibandingkan jenis cacing lainnya," tambah Gina.
Infeksi cacing tersebut dapat dicegah dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Sementara untuk waktu pemberian obat cacing sendiri, menurut Gina, bisa dimulai sejak anak berusia 2 tahun karena sudah mulai aktif bersentuhan dengan tanah.
Namun, ia mengingatkan agar penggunaannya tetap sesuai anjuran, termasuk bagi orang dewasa.
"Sebagai program pencegahan, pemerintah menyarankan pemberian obat cacing setiap 6 bulan sekali untuk anak usia 1-12 tahun, sering kali dilakukan di Posyandu atau sekolah, biasanya pada bulan Februari dan Agustus," tuturnya.
"Untuk daerah yang bukan endemis cacingan atau pada orang dewasa, pemberian obat cacing sebaiknya didasarkan pada indikasi medis. Artinya, obat diberikan setelah dokter memastikan adanya infeksi cacing melalui pemeriksaan tinja," lanjutnya.
Selain itu penggunaan jenis obat dan dosis juga tidak boleh asal. Meskipun beberapa obat cacing dijual bebas, penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau apoteker, terutama untuk menentukan dosis yang tepat sesuai kondisi dan jenis cacing yang menginfeksi.
"Obat cacing umumnya aman jika digunakan sesuai dosis. Setiap jenis obat bekerja dengan cara yang berbeda, misalnya melumpuhkan cacing agar mudah keluar dari tubuh atau mencegah cacing menyerap nutrisi," bebernya.
Meski relatif aman, obat cacing juga bisa menimbulkan efek samping ringan seperti mual, muntah, atau pusing. Namun jika efek sampingnya berlanjut atau parah, ia menyarankan agar segera menghubungi dokter.
Yang tidak kalah penting, selain minum obat, perilaku hidup bersih tetap jadi kunci utama pencegahan infeksi cacing.
"Jaga kebersihan tangan, rajin potong kuku, cuci sayur dan buah sebelum dikonsumsi, memastikan air minum matang dan berasal sumber yang bersih, serta gunakan alas kaki saat ke luar rumah," tutupnya.
(0) Comments