Istimewa
Taiwan baru-baru ini melaporkan temuan residu pestisida etilen oksida (ETO) pada satu batch mi instan merek Indomie rasa Soto Banjar Limau Kulit produksi Indonesia. Kadar residu tersebut dinyatakan tidak memenuhi standar keamanan pangan yang berlaku di negara itu.
Menanggapi hal tersebut, pakar Biokimia Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) Baterun Kunsah menjelaskan bahwa etilen oksida merupakan gas yang lazim digunakan sebagai agen sterilisasi dalam industri, terutama pada rempah-rempah, kemasan, atau bahan pangan tertentu. Meski bermanfaat untuk sterilisasi, ETO dilarang penggunaannya secara langsung dalam pangan karena berpotensi membahayakan kesehatan.
“ETO pada makanan biasanya ditemukan sebagai residu, misalnya dari proses sterilisasi rempah, kacang-kacangan, mi instan, hingga produk es krim. Jika masuk ke tubuh, zat ini dimetabolisme menjadi etilen glikol dan produk turunan lain, lalu diekskresikan melalui urin atau napas. Walau waktu paruhnya dalam darah manusia hanya sekitar 42 menit, paparan tinggi dan berulang dapat menimbulkan stres oksidatif yang merusak sel dan DNA,” jelas Kunsah Jumat (12/9/25)
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menetapkan batas maksimal residu (Maximum Residue Limit/MRL) etilen oksida dalam pangan olahan sebesar 0,01 mg/kg (0,01 ppm). Adapun untuk turunan utamanya, 2-kloroetanol (2-CE), batasannya mencapai 85 ppm untuk produk kategori pasta dan mi pra-masak.
Baterun menegaskan, dampak kesehatan dari paparan jangka panjang etilen oksida sangat serius.
“ETO termasuk karsinogen golongan 1 menurut WHO, artinya sudah pasti dapat menyebabkan kanker pada manusia. Risiko yang ditimbulkan antara lain kanker darah seperti leukemia dan limfoma, kanker payudara, gangguan reproduksi hingga keguguran. Pada paparan tinggi, efek akut juga bisa muncul berupa mual, muntah, diare, sakit kepala, iritasi kulit, bahkan luka bakar organ,” imbuh Kunsah lagi.
Ia menambahkan, individu dengan sistem antioksidan tubuh yang lemah berisiko lebih besar mengalami kerusakan genetik akibat paparan ETO.
“Karena itu, masyarakat perlu lebih waspada terhadap keamanan pangan, sementara produsen diharapkan semakin ketat menjaga standar kualitas untuk melindungi konsumen,”pungkasnya.
(0) Comments