Viral Mahasiswa ITB Bayar Kuliah Pakai Bunga, Apakah Termasuk Riba? Ini Penjelasan Dosen UMSurabaya

  • Beranda -
  • Artikel -
  • Viral Mahasiswa ITB Bayar Kuliah Pakai Bunga, Apakah Termasuk Riba? Ini Penjelasan Dosen UMSurabaya
Gambar Artikel Viral Mahasiswa ITB Bayar Kuliah Pakai Bunga, Apakah Termasuk Riba?  Ini Penjelasan Dosen UMSurabaya
  • 31 Jan
  • 2024

Gambar Kampus Institut Teknologi Bandung (Twitter)

Viral Mahasiswa ITB Bayar Kuliah Pakai Bunga, Apakah Termasuk Riba? Ini Penjelasan Dosen UMSurabaya

Pro kontra soal skema cicilan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) via pinjaman online (pinjol), yang menjadi salah satu kebijakan pembiayaan alternatif bagi mahasiswa yang kesulitan membayar UKT dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mendapat banyak respon dari berbagai kalangan. Salah satunya Arin Setyowati Dosen Ekonomi Syariah UM Surabaya. 

Dalam unggahan tersebut terdapat informasi program cicilan UKT 6-12 bulan. Rincian bunganya 1,75% dan biaya persetujuan 3%. Adapun Proses pengajuan dilakukan tanpa memerlukan down payment (DP) dan jaminan, layaknya aplikasi pinjol pada umumnya.

Arin menyebut, prsentase tersebut masuk kategori rate bunga yang cukup tinggi. Misal, simulasi hitungan setiap pinjaman untuk cicilan 12 bulan dikenakan biaya bulanan platform 1,75% dan biaya persetujuan 3%. Kemudian, cicilan enam bulan dikenakan biaya bulanan platform 1,6% dan biaya persetujuan 3%. Artinya, jika meminjam Rp15 juta, maka estimasi total pengembalian selama enam bulan sebesar Rp16.890.000, sedangkan 12 bulan menjadi Rp18.600.000, dan 18 bulan yaitu Rp20.310.012, serta 24 bulan sebesar Rp22.650.000.

“Dalam diskursus ekonomi Islam, bunga/tambahan/melipat gandakan uang yang diperjanjikan di awal pembiayaan, khususnya pada akad pinjaman/hutang (qard) masuk kategori riba,”ujar Arin Rabu (31/1/24)

Sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 278-279 yang merupakan ayat terakhir tentang pengharaman riba, yang juga mengandung unsur eksploitasi. Artinya Islam mengharamkan riba karena dalam proses transaksinya mengandung unsur ribawi, selanjutnya mengakibatkan tindakan mendholimi orang lain dan adanya unsur ketidakadilan. Sehingga dalam Islam, riba termasuk dalam salah satu tujuh dosa besar.

Mengingat praktik riba yang sudah membudaya, bahkan sejak zaman masyarakat jahiliyah, maka tidak salah jika proses pengharaman riba menempuh metode secara gredual (step by step). Metode tersebut ditempuh supaya tidak mengagetkan mereka yang telah biasa melakukan perbuatan riba dengan maksud membimbing manusia secara mudah dan lemah lembut untuk mengalihkan kebiasaan mereka yang telah mengakar, mendarah daging yang melekat dalam kehidupan perekonomian jahiliyah.

Selain itu, mengutip buku Hukum Islam karangan Palmawati Tahir, praktik riba sudah menyalahi salah satu asas hukum perdata Islam berdasarkan larangan merugikan diri sendiri dan orang lain. 

“Terlebih, riba membuka para rentenir untuk menaikkan bunga di mana bunga pinjaman jauh lebih besar daripada pokok pinjaman itu sendiri,”imbuh Arin lagi. 

Sebab itu, Allah SWT melaknat para pelaku riba sebagaimana disebutkan dari sabda Rasulullah SAW, "Allah melaknat orang yang memakan (pemakai) riba, orang yang memberi riba, dua orang saksi dan pencatat (dalam transaksi riba), mereka sama saja." (HR Muslim dan Ahmad)