Ilustrasi gambar (Shutterstock)
Bulan ramadhan telah tiba. Bulan di mana Allah mewajibkan kepada umat Islam untuk berpuasa. Namun terkadang puasa tidak ditunaikan karena berbagai alasan. Utang puasa ini, bahkan ada yang sampai bertahun-tahun belum dibayar.
Thoat Stiawan Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) menjelaskan surat Al-Baqarah ayat 183 dan 184 yang memiliki ketersesuaian (munasabah) yang indah. Saat Allah mewajibkan puasa, berdasarkan Surat Al-Baqarah:183, Allah kemudian menjelaskan tentang beberapa orang yang meninggalkan puasa karena alasan tertentu.
Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.” (Surat Al-Baqarah:184).
Dalam ayat tersebut, Allah menjelaskan ada 3 orang yang berpotensi memiliki hutang puasa yaitu orang yang sakit (marid), orang yang bepergian (musafir), dan orang yang tidak mampu atau berat menjalankan puasa.
“Untuk alasan sakit dan bepergian, dan alasan ini memperbolehkan seseorang meniggalkan puasa, namun dengan ketentuan membayar hutang puasa di luar bulan Ramadhan, sebagaimana maksud Surat Al-Baqarah:183. Jadi, cara membayarnya dengan berpuasa di luar Ramadhan. ,”jelas Thoat Jumat (1/4/22)
Ia menjelaskan termasuk juga golongan ini adalah perempuan yang menstruasi, sebagaimana hadist Aisyah riwayat Muslim No.789. Imam al-Nawawi dalam mensyarahi hadis Muslim ini, membuat ulasan bahwa dalam kaitan dengan golongan ini ada 3 hal yang disepakati para ulama, yakni bagi orang menstruasi tidak wajib shalat dan puasa, tidak wajib qada’ shalat, dan wajib qada puasa (al-Minhaj Syarh Muslim bin al-hajjaj, Juz. 02 h.46).
“Sementara untuk orang yang tidak kuat atau berat menjalankan puasa, maka wajib membayar fidyah saja, tidak perlu mengganti puasa (qada). Para ulama menjelaskan bahwa orang yang tidak kuat ini adalah orang yang tua renta (al-syaikh al-kabir), sebagaimana Hadis Ibnu Abbas dalam al-Mustadrak Al-hakim No. 1607,”imbuhnya lagi.
Termasuk dalam golongan ini, sebagaimana para ulama Majelis Tarjih menambahkan, adalah Ibu Hamil dan Ibu menyusui. Hal ini selaras dengan hadis Ibnu Abbas dalam riwayat al-Bazar No.4996. Jadi, hanya membayar fidyah berupa 1 mud makanan pokok (sejumlah 0,6 kg) untuk tiap sehari puasa yang ditinggalkan.
“Akan tetapi, sebagaimana Pakar Fikih Kontemporer Prof Ahmad Zahro dan para Ulama Tarjih berpendapat, pilihan cara membayar tetap ada, antara boleh mengqada puasa (jika ada kesempatan), atau boleh juga mencukupkan pada fidyah yang telah dibayarkan.
“Bagaimana kalau hutang puasa ini bertahun-tahun? Para ulama tarjih melihat keumuman ayat tersebut tidak ada batas akhir waktu kapan harus mengganti puasa (qadla). Tentu saja, akan jauh lebih baik membayar puasa sebelum Ramadhan berikutnya tiba,”pungkasnya.
(0) Komentar