Pengangguran di Indonesia Meningkat, Pakar UM Surabaya: Pemerintah Harus Bertindak Cepat dan Tepat

  • Beranda -
  • Artikel -
  • Pengangguran di Indonesia Meningkat, Pakar UM Surabaya: Pemerintah Harus Bertindak Cepat dan Tepat
Gambar Artikel Pengangguran di Indonesia Meningkat, Pakar UM Surabaya: Pemerintah Harus Bertindak Cepat dan Tepat
  • 12 Mei
  • 2025

Istimewa

Pengangguran di Indonesia Meningkat, Pakar UM Surabaya: Pemerintah Harus Bertindak Cepat dan Tepat

Indonesia kini tengah menghadapi tantangan serius terkait meningkatnya jumlah pengangguran. Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, jumlah penganggur tercatat mencapai 7,28 juta jiwa. Angka tersebut mengalami peningkatan sekitar 83 ribu orang dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Meskipun tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun tipis menjadi 4,76%, peningkatan jumlah penganggur menunjukkan bahwa lapangan kerja yang tersedia belum mampu menampung pertambahan angkatan kerja baru. Situasi ini mencerminkan kegagalan dalam merespons tantangan ekonomi yang semakin kompleks.

Di sektor riil, kondisi semakin terpuruk. BPS melaporkan penurunan konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2025, sebuah fenomena yang tak lazim terjadi selama Ramadan, periode yang biasanya menjadi momentum peningkatan konsumsi. Penurunan daya beli masyarakat ini semakin diperparah dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor padat karya.

Selama 2024 hingga awal 2025, lebih dari 88.000 pekerja kehilangan pekerjaan. Salah satu perusahaan yang terdampak signifikan adalah PT Sri Rejeki Isman (Sritex), yang merumahkan 10.000 karyawannya akibat krisis keuangan.

Arin Setyowati Pakar Ekonomi UM Surabaya menyebut, di tengah kondisi ekonomi yang melemah, pemerintah justru berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Kebijakan ini dinilai kontraproduktif oleh berbagai kalangan, karena berpotensi memperparah pelemahan daya beli dan menghambat ekspansi usaha.

"Di saat konsumsi masyarakat menurun dan PHK meningkat, menaikkan PPN hanya akan memperburuk situasi," ujar Arin Senin (12/5/25)

Kata Arin, mengatasi krisis ketenagakerjaan ini membutuhkan langkah cepat dan terukur. Pemerintah didesak untuk mengalihkan fokus kebijakan ekonomi dari sekadar menjaga angka makroekonomi menuju penguatan sektor-sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Langkah pertama, pemerintah harus memprioritaskan penyelamatan sektor padat karya, seperti tekstil, alas kaki, furnitur, dan makanan-minuman. Insentif fiskal berupa pengurangan pajak, subsidi gaji, hingga pinjaman lunak bagi perusahaan yang mempertahankan pekerja dinilai dapat membantu menekan angka PHK.

Kedua, optimalisasi belanja negara melalui proyek-proyek padat karya di daerah juga menjadi solusi strategis. Dana yang semula dialokasikan untuk proyek besar harus dialihkan untuk pembangunan infrastruktur lokal berskala kecil hingga menengah, seperti irigasi desa, sanitasi publik, dan jalan lingkungan.

Ketiga, dukungan bagi UMKM dan sektor informal harus diperkuat. Sektor ini menyerap lebih dari 97% tenaga kerja di Indonesia, namun akses mereka terhadap pembiayaan dan pelatihan masih terbatas.

Keempat, penguatan jaring pengaman sosial juga penting untuk mencegah peningkatan angka kemiskinan. Pemerintah perlu memberikan subsidi transportasi kerja, pelatihan vokasi berbasis kebutuhan pasar lokal, hingga bantuan sosial bersyarat bagi keluarga terdampak PHK.

Akhirnya, kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, industri, akademisi, dan masyarakat harus menjadi pondasi utama dalam membangun ekosistem ketenagakerjaan yang inklusif dan berkelanjutan.

"Jika tidak segera ditangani dengan serius, lonjakan pengangguran ini tidak hanya akan menjadi persoalan ekonomi, tetapi juga bom waktu sosial," tegas Arin. 

Melihat situasi ini, pemerintah diharapkan segera bergerak cepat dan tepat demi menjaga stabilitas ekonomi sekaligus menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.