Pakar Hukum UM Surabaya Beri Tanggapan Soal Mundurnya Mahfud MD dari Kabinet Jokowi

  • Beranda -
  • Artikel -
  • Pakar Hukum UM Surabaya Beri Tanggapan Soal Mundurnya Mahfud MD dari Kabinet Jokowi
Gambar Artikel Pakar Hukum UM Surabaya Beri Tanggapan Soal Mundurnya Mahfud MD dari Kabinet Jokowi
  • 01 Feb
  • 2024

Foto: Staf Komunikasi Mahfud

Pakar Hukum UM Surabaya Beri Tanggapan Soal Mundurnya Mahfud MD dari Kabinet Jokowi

Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Satria Unggul Wicaksana memberikan tanggapan soal mundurnya Mahfud MD dari Kabinet Jokowi di jabatan Menkopolhukam  RI

Pengunduran diri tersebut dinilai sebagai hal yang wajar untuk diajukan ke presiden. Kemudian, hal itu juga akan menjadi hak prerogatif presiden dalam memutuskan diterima atau tidaknya pengajuan tersebut.

“Kalau kita membahas pengunduran diri Prof Mahfud MD, tentu kita harus tarik akar masalahnya, yaitu dikhawatirkan ketidaknetralan presiden di dalam Pemilu 2024,” ujar Satria yang juga Ketua Bidang HAM dan Jaringan Lembaga MHH PP Muhammadiyah  Kamis (1/2/2024) 

Di sisi lain, Satria menyebut bahwa ‘cawe-cawe’ presiden dalam gelaran pesta demokrasi 2024 ini akan menjadi bentuk dari matinya demokrasi. Artinya, Indonesia berada di posisi negara otoritarianisme.

“Ketika kekuasaan itu tidak dikontrol, dan kemudian adanya pemilu tapi menghilangkan esensi utamanya yaitu iklim demokrasi yang baik dari negara Indonesia. Ini yang tentu harus menjadi pertanyaan bagi kita bagaimana kemudian Prof Mahfud ini kita anggap baik,” tambahnya.

Menurutnya, langkah yang diambil oleh Mahfud MD ini sebagai upaya untuk menghindari conflict of interest atau benturan kepentingan.

“Kenapa (Mahfud MD) kita anggap baik ? Karena Prof Mahfud menghindari apa yang disebut sebagai benturan kepentingan atau conflict of interest,” tutur Satria.

Persoalan benturan ini, cukup jarang dibahas. Padahal, sebenarnya hal ini sangat implikatif terhadap praktik good government. Selain itu, juga mengarah pada praktik-praktik koruptif.

“Penyalahgunaan jabatan, penggunaan kekuasan misalkan anggaran negara untuk kampanye apabila menteri tersebut berada di posisi (jabatan publik), tentu ini yang akan menjadi masalah serius,” tegas Satria lagi.

Ia menuturkan, PP Muhammadiyah juga telah menyatakan bahwa ketika presiden ikut ‘cawe-cawe’ dalam Pemilu 2024, tentu hal itu dapat merusak demokrasi. Pihaknya juga berharap agar presiden menarik pernyataan tersebut.

“Agar pesta demokrasi yang akan kita lakukan tanggal 14 Februari itu tidak kehilangan esensi utamanya yaitu untuk menjaga demokrasi, dan tidak hanya menjadi formalitas,” pungkasnya.