Menaker Sebut Kuliah 4 Tahun Tak Relevan Lagi Kalau AI Marak, Pakar Ekonomi UM Surabaya Beri Tanggapan

  • Beranda -
  • Artikel -
  • Menaker Sebut Kuliah 4 Tahun Tak Relevan Lagi Kalau AI Marak, Pakar Ekonomi UM Surabaya Beri Tanggapan
Gambar Artikel Menaker Sebut Kuliah 4 Tahun Tak Relevan Lagi Kalau AI Marak, Pakar Ekonomi UM Surabaya Beri Tanggapan
  • 04 Jul
  • 2025

ANTARA FOTO

Menaker Sebut Kuliah 4 Tahun Tak Relevan Lagi Kalau AI Marak, Pakar Ekonomi UM Surabaya Beri Tanggapan

Pernyataan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli yang menyebut pendidikan sarjana empat tahun atau gelar S1 mulai kehilangan relevansinya di tengah pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI), memicu respons dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Pakar Ekonomi tenaga kerja Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Fatkur Huda.

Dalam pernyataannya, Menaker menyoroti bagaimana kehadiran AI telah mengubah lanskap dunia kerja secara drastis. Industri saat ini, menurutnya, lebih membutuhkan keterampilan teknis yang aplikatif dan bisa diperoleh melalui pelatihan singkat, seperti yang ditawarkan oleh balai latihan kerja (BLK) atau pendidikan vokasi.

Menanggapi hal ini Fatkur Huda menilai bahwa kekhawatiran Menaker bisa dipahami jika dilihat dari perspektif efisiensi tenaga kerja.

 “Memang benar, pelatihan vokasional bisa menjawab kebutuhan industri secara cepat dan langsung. Ini penting untuk mengatasi mismatch antara keterampilan dan kebutuhan pasar,” ujarnya Jumat (4/7/25)

Namun, ia juga mengingatkan agar pernyataan tentang ‘hilangnya relevansi kuliah 4 tahun’ tidak disederhanakan secara berlebihan. Pendidikan tinggi, kata Fatkur, bukan sekadar tempat mendapatkan keterampilan teknis, tetapi ruang penting untuk membentuk kapasitas berpikir kritis, adaptabilitas, kreativitas, hingga kepemimpinan.

“Hal-hal seperti kemampuan inovatif, pemikiran sistemik, dan pondasi teoritis jangka panjang sulit diperoleh hanya lewat pelatihan singkat. Pendidikan tinggi membekali mahasiswa dengan kemampuan untuk terus belajar dan berkembang menghadapi masa depan yang tak pasti,” jelasnya.

Lebih lanjut, Fatkur menekankan bahwa persoalan hari ini bukanlah memilih antara pendidikan tinggi atau vokasi, melainkan bagaimana keduanya bisa bersinergi. Ia menyarankan agar kurikulum perguruan tinggi bertransformasi lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi seperti data science, AI, hingga energi terbarukan.

“Pendidikan tinggi bisa tetap relevan jika membuka ruang magang industri, pembelajaran berbasis proyek, dan kerja lintas disiplin. Sementara pendidikan vokasi juga harus diperkuat sebagai jalur strategis untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja teknis yang spesifik dan aplikatif,” tegasnya.

Dengan demikian, menurut Fatkur, membangun ekosistem tenaga kerja modern harus melibatkan kolaborasi antara dunia akademik dan dunia industri secara erat. Bukan saling meniadakan, tapi saling menguatkan.