Film Sleep Call Ramai Diperbincangkan, Ini Kata Pakar Media UM Surabaya

  • Beranda -
  • Artikel -
  • Film Sleep Call Ramai Diperbincangkan, Ini Kata Pakar Media UM Surabaya
Gambar Artikel Film Sleep Call Ramai Diperbincangkan, Ini Kata Pakar Media UM Surabaya
  • 13 Sep
  • 2023

Profil Laura Basuki Film Terbaru Sleep Call Bercerita Soal Aplikasi Kencan (Instagram @laurabas)

Film Sleep Call Ramai Diperbincangkan, Ini Kata Pakar Media UM Surabaya

Pakar Kajian Media dan Budaya Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Radius Setiyawan turut memberikan tanggapan terkait film Sleep Call yang lagi hangat diperbincangkan di publik. Film yang disutradarai oleh Fajar Nugros tersebut dinilai menjadi salah satu film terbaik yang mampu menggambarkan kegetiran secara apik.

“Keindahan tidak selalu berbanding lurus dengan kebahagiaan. Ini film yang indah dan getir,”ujar Radius Rabu (13/9/23)

Radius menyebut, salah satu hal menarik dari film ini adalah soal bagaimana film ini mampu menghadirkan sisi lain dari perkembangan teknologi. Tentunya hal tersebut relate dan dekat dengan kehidupan masyarakat urban. Film yang mengangkat tema kesehatan mental, tekanan hidup masyarakat urban, kerentanan perempuan, kasus pinjol dan pentingnya menjaga data privasi. 

“Film ini mampu menggambarkan bagaimana medium teknologi dapat menciptakan kegetiran hidup. Teknologi mampu menjadi alat teror yang efektif dan bisa berujung pada kematian. Peristiwa teror pinjol dalam film dekat dengan sekali dengan kehidupan masyarakat,”katanya.

Menurutnya penggambaran ruang siber digambarkan secara apik dan hidup. Ruang siber mampu mengendalikan diri, mampu membangun imajinasi dan dampaknya sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari.

Ia menyebut, perilaku psikopat dekat sekali dengan aktivitas digital. Film Sleep Call menggambarkan bagaimana riuhnya aktivitas siber bisa membuat orang terasing atau teralienasi. Radius mencontohkan sosok Dina dalam film tersebut bisa jadi gambaran yang terjadi pada sebagian masyarakat kita, terutama di wilayah urban.

“Film ini juga secara apik menggambarkan bagaimana dunia digital mampu membuat orang terperangkap dalam simulakrum digital. Kasus pinjol dan pertemanan di dunia maya dalam film ini menggambarkan fenomena tersebut. Dina dan kawan-kawannya memanfaatkan data privasi para penghutang sebagai alat teror,”imbuhnya lagi.

Menurutnya, film ini juga menegaskan bahwa ketika seseorang menyerahkan data privasi  dalam era digital, maka kehidupan digital seseorang akan terintegrasi dalam ekosistem informasi komunikasi yang disediakan oleh beragam teknologi. Dalam ekosistem tersebut, sesungguhnya seseorang  telah menyerahkan diri pada kode-kode matematis komputasional yang bekerja secara laten dan kapanpun bisa menjadi alat teror yang menakutkan.

“Menyerahkan data privasi, gambar diri atau identitas-identitas lain sama saja menyerahkan diri kita untuk dikontrol dan diawasi. Ada satu istilah yang menurut saya relevan dengan kondisi tersebut, yakni Panopticon Digital,”ujar Radius lagi.

Sebuah istilah dari Jeremy Bentham dan Michel Foucault. Istilah tersebut menggambarkan bagaimana manusia digital hidup dalam kampkonsentrasi raksasa. Hidupnya diawasi, diintai dan merasa diikuti. Kondisi tersebut membuat hidup orang tidak tenang dan bebas. Dalam film, hal tersebut dialami oleh Iwan (orang yang berhutang) dan bahkan dialami oleh Dina sendiri.

“Itulah kelebihan dari film Sleep Call. Mampu menyuguhkan kegetiran yang aktual dan kerap dialami oleh sebagian masyarakat kita. Masyarakat yang hampir seluruh hidupnya diserahkan kepala kode-kode komputasional,”pugkasnya.