Diskon Tarif Listrik 50% Dibatalkan, Pengamat Ekonomi UM Surabaya: Ini Langkah yang Disayangkan

  • Beranda -
  • Artikel -
  • Diskon Tarif Listrik 50% Dibatalkan, Pengamat Ekonomi UM Surabaya: Ini Langkah yang Disayangkan
Gambar Artikel Diskon Tarif Listrik 50% Dibatalkan, Pengamat Ekonomi UM Surabaya: Ini Langkah yang Disayangkan
  • 04 Jun
  • 2025

Istimewa

Diskon Tarif Listrik 50% Dibatalkan, Pengamat Ekonomi UM Surabaya: Ini Langkah yang Disayangkan

Rencana pemberian diskon tarif listrik sebesar 50% untuk pelanggan rumah tangga berdaya hingga 1.300 VA pada periode Juni–Juli 2025 resmi dibatalkan oleh pemerintah. Keputusan ini menuai sorotan dari berbagai kalangan, termasuk dari pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah Surabaya, Fatkur Huda, yang menyayangkan langkah tersebut.

Menurut Fatkur, kebijakan diskon listrik tersebut sebenarnya memiliki potensi besar dalam memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang luas, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah selama masa libur sekolah.

“Saya melihat bahwa rencana awal pemberian diskon ini memiliki sejumlah manfaat signifikan, baik dari sisi perlindungan daya beli maupun sebagai stimulus konsumsi rumah tangga,” ujar Fatkur Rabu (4/6/25)

Fatkur menjelaskan bahwa tarif listrik merupakan komponen tetap dalam struktur pengeluaran rumah tangga. Dalam kondisi ekonomi yang masih dalam proses pemulihan dan inflasi yang cenderung fluktuatif, diskon listrik selama dua bulan dapat menjadi instrumen strategis untuk menjaga daya beli rumah tangga rentan.

“Bantuan semacam ini memberikan ruang fiskal mikro bagi rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pokok atau biaya pendidikan anak selama libur sekolah,” jelasnya.

Lebih lanjut, Fatkur menyebutkan bahwa kebijakan diskon listrik sejatinya merupakan bentuk stimulus fiskal tidak langsung. Dengan menurunkan biaya utilitas, pemerintah secara tidak langsung mendorong konsumsi rumah tangga yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional dari sisi permintaan agregat.

“Berdasarkan teori Keynesian, peningkatan konsumsi rumah tangga bisa mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Ini penting, terutama saat ekonomi domestik mulai stabil namun tetap memerlukan dorongan dari sisi permintaan,” ujarnya.

Tak seperti bantuan sosial langsung yang bergantung pada data kepesertaan, diskon tarif listrik dinilai lebih inklusif karena mencakup rumah tangga yang mungkin tidak tercatat dalam sistem bantuan resmi.

“Jangkauannya yang luas membuat kebijakan ini minim risiko exclusion error, yaitu terabaikannya kelompok yang sebenarnya layak menerima bantuan tetapi tidak terdata,” tambah Fatkur.

Meski pemerintah beralasan bahwa keterbatasan anggaran menjadi alasan utama pembatalan, Fatkur menilai bahwa perencanaan kebijakan semestinya sudah dapat dilakukan sejak awal tahun fiskal.

Dalam konteks keadilan fiskal dan efektivitas perlindungan sosial, saya mendorong agar pemerintah tetap mempertimbangkan bentuk stimulus yang langsung meringankan beban hidup masyarakat. 

 “Jika bukan dalam bentuk diskon listrik, maka harus ada alternatif kebijakan lain yang inklusif, mudah diakses, dan tepat waktu.”katanya. 

Pembatalan ini tentu menjadi catatan penting bagi pemerintah dalam merancang kebijakan sosial yang adil dan berdampak nyata, terutama dalam kondisi ekonomi yang masih memerlukan dukungan terhadap daya beli masyarakat lapisan bawah.