Perjalanan Prof. Pipit Festi Wiliyanarti Raih Guru Besar Keperawatan Komunitas UMSurabaya

  • Beranda -
  • Berita -
  • Perjalanan Prof. Pipit Festi Wiliyanarti Raih Guru Besar Keperawatan Komunitas UMSurabaya
Gambar Berita Perjalanan Prof. Pipit Festi Wiliyanarti Raih Guru Besar Keperawatan Komunitas UMSurabaya
  • 23 Okt
  • 2025

Prof. Pipit Festi Wilianarti Guru Besar Keperawatan Komunitas (Humas)

Perjalanan Prof. Pipit Festi Wiliyanarti Raih Guru Besar Keperawatan Komunitas UMSurabaya

Prof. Dr. Pipit Festi Wiliyanarti, S.Kep., Ns., M.Kes., resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya)  capaian yang bukan hanya simbol akademik, tetapi penanda dedikasi lebih dari dua dekade untuk ilmu, kesehatan, dan kemanusiaan.

Lahir di Lumajang pada 29 Desember 1974, Prof. Pipit tumbuh dalam keluarga pendidik. Ayah dan ibunya menghabiskan hidupnya untuk menjadi guru di salah satu Sekolah Dasar SD di Lumajang. 

 “Saya belajar dari orang tua bahwa mengajar dan merawat sama-sama butuh hati,” ujarnya.

Perjalanan akademik Prof. Pipit dimulai di Universitas Muhammadiyah Surabaya melalui program D3 Keperawatan. Ia kemudian meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Airlangga, dan melanjutkan pendidikan profesi ners di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Jombang. Gelar magister dan doktor Kesehatan Masyarakat pun ia selesaikan di Universitas Airlangga. Di setiap jenjang, ia membawa semangat yang sama: belajar untuk memberi manfaat.

Prof. Pipit dikenal bukan hanya sebagai akademisi, tetapi juga peneliti dan penggerak komunitas. Bidang risetnya menautkan aspek medis dengan sosial dari studi tentang lansia dan kesehatan mental, hingga pengembangan model pencegahan stunting berbasis transcultural nursing yang menggabungkan pendekatan medis dengan kearifan lokal.

“Bagi saya, riset bukan sekadar menghasilkan data, tapi bagaimana ilmu bisa menjawab persoalan kehidupan nyata,” katanya.

Berbagai risetnya telah berkontribusi langsung bagi masyarakat, terutama di bidang pencegahan stunting dan pemberdayaan keluarga. Salah satu inisiatifnya yang menonjol adalah program Desa Emas (Eliminasi Stunting) di Jawa Timur kolaborasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Program ini menurunkan angka stunting melalui penguatan lima pilar: gizi, air bersih, sanitasi, edukasi, dan peran keluarga.

Risetnya juga melahirkan inovasi pangan lokal seperti “Koya Nate” kombinasi tuna dan tempe untuk memperbaiki gizi balita di daerah pesisir. Pendekatan ini berangkat dari keyakinan bahwa solusi terbaik harus lahir dari budaya dan sumber daya masyarakat sendiri. 

“Kesehatan masyarakat tidak bisa dipaksakan dari luar. Ia tumbuh dari dalam komunitas yang berdaya,” ujarnya.

Selain meneliti, Prof. Pipit juga aktif menggerakkan kader kesehatan di berbagai daerah. Ia melatih para ibu dan kader Aisyiyah tentang nutrisi, pola makan keluarga, serta pentingnya literasi kesehatan. Ia percaya perempuan memiliki peran sentral dalam menciptakan generasi sehat dan tangguh. 

“Perempuan adalah pusat kehidupan. Ketika seorang ibu sehat dan berpengetahuan, maka satu keluarga akan selamat,” tegasnya.

Produktivitas ilmiahnya luar biasa. Lebih dari 20 publikasi di jurnal nasional dan internasional bereputasi telah ia hasilkan. Karya-karyanya meliputi isu kesehatan keluarga, perilaku lansia, hingga model intervensi berbasis budaya untuk pencegahan penyakit. Ia juga menulis sejumlah buku penting seperti Lansia: Perspektif dan Masalah, Ilmu Gizi, Perilaku Manusia, Stunting: Pencegahan dan Penanganan dengan Pendekatan Keluarga, dan Rumah Dataku.

Sebagai akademisi, ia tak hanya bekerja di laboratorium atau ruang seminar. Ia hadir di tengah masyarakat mengabdi, mendengar, dan belajar dari rakyat. Saat pandemi Covid-19 melanda, ia terlibat aktif dalam Satgas Promosi Kesehatan Jawa Timur, membantu edukasi masyarakat tentang pencegahan dan perawatan keluarga.

Di level internasional, Prof. Pipit juga berperan sebagai presenter dan pembicara dalam berbagai konferensi tentang kesehatan masyarakat dan nursing empowerment. Ia menegaskan bahwa keperawatan komunitas adalah disiplin yang tidak hanya memulihkan tubuh, tetapi juga memulihkan makna hidup. 

“Menjadi perawat berarti menjadi penjaga kehidupan  dengan ilmu, empati, dan doa,” ucapnya.

Bagi Prof. Pipit, pengukuhan sebagai Guru Besar bukanlah puncak, melainkan awal dari tanggung jawab baru. 

“Gelar ini adalah amanah, bukan kebanggaan pribadi. Tugas saya kini bukan hanya meneliti, tapi menyiapkan generasi penerus yang lebih hebat dan berintegritas,” tuturnya lembut.

Ia mengaku ingin terus memperjuangkan pendidikan kesehatan berbasis komunitas, membangun model intervensi keluarga, dan memperluas riset kolaboratif lintas budaya. 

“Kita butuh lebih banyak peneliti yang turun langsung, bukan hanya menulis di jurnal tapi hidup bersama masyarakat,” ujarnya penuh keyakinan.

Bagi mahasiswa dan dosen muda, Prof. Pipit menitipkan pesan sederhana namun bermakna: 

“Ilmu yang tidak dibagikan akan mati bersama pemiliknya. Tapi ilmu yang diajarkan dengan kasih akan hidup dalam generasi berikutnya.”