Kesehatan Bangsa Dimulai dari Rumah: Gagasan Prof. Pipit tentang Keluarga Promotif di Era Transformasi Kesehatan

  • Beranda -
  • Berita -
  • Kesehatan Bangsa Dimulai dari Rumah: Gagasan Prof. Pipit tentang Keluarga Promotif di Era Transformasi Kesehatan
Gambar Berita Kesehatan Bangsa Dimulai dari Rumah: Gagasan Prof. Pipit tentang Keluarga Promotif di Era Transformasi Kesehatan
  • 23 Okt
  • 2025

Rektor UMSurabaya saat menyerahkan SK Guru Besar kepada Prof. Pipit (Humas)

Kesehatan Bangsa Dimulai dari Rumah: Gagasan Prof. Pipit tentang Keluarga Promotif di Era Transformasi Kesehatan

Perubahan besar berawal dari hal kecil, dari satu keluarga yang mempraktikkan nilai-nilai kesehatan.” Kalimat itu menjadi ruh orasi ilmiah Prof. Dr. Pipit Festi Wiliyanarti, S.Kep., Ns., M.Kes. dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya).

Dalam orasi berjudul “Optimalisasi Kesehatan Komunitas dengan Pendekatan Health Promoting Family di Era Transformasi Layanan Kesehatan”, Prof. Pipit mengajak dunia akademik, tenaga kesehatan, dan masyarakat untuk kembali pada fondasi paling dasar: keluarga sebagai agen perubahan kesehatan bangsa.

Menurutnya, Indonesia kini menghadapi beban ganda penyakit meningkatnya penyakit tidak menular (seperti jantung, hipertensi, dan diabetes) sekaligus penyakit menular yang belum tuntas seperti DBD dan stunting. 

“Kita sering lupa bahwa akar dari semua ini ada di rumah. Kebiasaan makan, pola istirahat, cara kita merespons stres  semua dibentuk dari keluarga,” ujarnya.

Data Kementerian Kesehatan RI (2024) menunjukkan bahwa 73 persen kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit tidak menular. Sementara angka stunting masih 19,8 persen, dengan Jawa Timur termasuk provinsi dengan kasus tertinggi. Kondisi ini, menurut Prof. Pipit, menegaskan bahwa pendidikan kesehatan harus dimulai dari keluarga, bukan hanya fasilitas kesehatan.

“Selama ini kita terlalu fokus pada rumah sakit dan pengobatan, padahal investasi terbesar ada pada pencegahan,” tegasnya. 

Ia menilai bahwa transformasi sistem kesehatan nasional yang tengah dijalankan pemerintah hanya akan efektif jika masyarakat  terutama keluarga diberdayakan menjadi pelaku utama promosi kesehatan.

Dalam orasinya, Prof. Pipit memperkenalkan konsep Health Promoting Family, yaitu keluarga yang tidak sekadar menjadi penerima layanan kesehatan, tetapi menjadi penggerak perilaku hidup sehat di lingkungannya. Ia menegaskan, keluarga harus menjadi tempat pertama menanamkan nilai gizi seimbang, kebersihan lingkungan, dan kesehatan mental.

“Jika setiap rumah tangga menjadi health promoting family, maka komunitas sehat dan bangsa kuat akan lahir dengan sendirinya,” ungkapnya.


Pendekatan ini, lanjutnya, menuntut keterlibatan seluruh anggota keluarga termasuk anak-anak — sebagai subjek yang aktif menjaga kesehatan. Anak bisa menjadi pengingat jadwal imunisasi, mengajarkan penggunaan aplikasi SatuSehat, hingga membantu orang tua memahami informasi medis digital.

Prof. Pipit juga menyoroti rendahnya literasi kesehatan masyarakat Indonesia. 

“Banyak keluarga tidak tahu cara membaca hasil pemeriksaan, memilih makanan bergizi, atau menggunakan aplikasi kesehatan,” ujarnya.


Ia menekankan bahwa peningkatan literasi kesehatan menjadi strategi penting dalam membentuk keluarga yang mandiri dan tangguh menghadapi tantangan kesehatan.

Ia memberi perhatian khusus pada peran perempuan dan ibu dalam perubahan perilaku kesehatan keluarga. 

“Perempuan adalah pusat kehidupan. Ketika seorang ibu sehat dan berpengetahuan, satu keluarga akan selamat,” tegasnya.

Melalui penelitian dan pengabdian masyarakatnya, Prof. Pipit mengembangkan model pencegahan stunting berbasis Health Promoting Family di daerah pesisir Lamongan dan Madura. Hasilnya menunjukkan bahwa intervensi berbasis budaya lokal dan pemberdayaan keluarga lebih efektif dibandingkan pendekatan seragam. Salah satu inovasinya, produk pangan lokal “Koya Nate” kombinasi ikan tuna dan tempe terbukti meningkatkan status gizi balita di wilayah pesisir.

Dalam visi jangka panjang, Prof. Pipit mengaitkan pendekatan keluarga promotif dengan pencapaian Generasi Emas 2045. Ia menegaskan bahwa anak sehat, cerdas, dan tangguh hanya bisa lahir dari keluarga yang mempraktikkan kesehatan sejak dini.


“Generasi emas tidak cukup dengan pendidikan tinggi, tapi juga kesehatan yang prima dan karakter yang kuat. Semua itu dimulai dari rumah,” ujarnya.

Menurutnya, keberhasilan transformasi layanan kesehatan tidak hanya diukur dari jumlah rumah sakit modern, tetapi dari kemampuan keluarga menjadi co-creator of health pencipta, pelaku, dan penjaga kesehatannya sendiri.

Selama dua dekade menjadi akademisi, Prof. Pipit mempraktikkan tridarma perguruan tinggi secara nyata. Ia memadukan riset, pengajaran, dan pengabdian berbasis komunitas. Dari pelatihan kader kesehatan Aisyiyah, pengembangan modul Family Nursing, hingga pendampingan Posyandu Remaja, semua dilakukan dengan prinsip bahwa ilmu harus hidup di tengah masyarakat.

“Jabatan Guru Besar bukanlah puncak, melainkan awal tanggung jawab baru. Tugas saya kini bukan hanya meneliti, tapi menyiapkan generasi perawat dan peneliti yang turun langsung ke masyarakat,” tuturnya.

Melalui orasinya, Prof. Pipit mengingatkan bahwa upaya menyehatkan bangsa tidak bisa hanya dari fasilitas kesehatan, tetapi dari rumah, dari keluarga, dan dari cinta.


“Jika setiap keluarga menjadi keluarga promotif, maka Indonesia akan melangkah mantap menuju generasi emas yang sehat, unggul, dan berkarakter,” pungkasnya.