Jual Cincin Demi Daftar Kuliah, Kini Defia Lulus dengan Segudang Prestasi dari UMSurabaya

  • Beranda -
  • Berita -
  • Jual Cincin Demi Daftar Kuliah, Kini Defia Lulus dengan Segudang Prestasi dari UMSurabaya
Gambar Berita Jual Cincin Demi Daftar Kuliah, Kini Defia Lulus dengan Segudang Prestasi dari UMSurabaya
  • 25 Okt
  • 2025

Defia Oktaviana Wisudawan Berprestasi UMSurabaya (Humas)

Jual Cincin Demi Daftar Kuliah, Kini Defia Lulus dengan Segudang Prestasi dari UMSurabaya

Di balik senyum bahagia wisudawati Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) bernama Defia Oktaviana Nengtias, tersimpan kisah perjuangan panjang yang penuh air mata, keikhlasan, dan tekad yang tak pernah padam. Anak dari seorang sopir harian lepas dan ibu rumah tangga ini membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi bukan alasan untuk menyerah mengejar pendidikan tinggi.

Defia lahir di Lamongan, Jawa Timur, pada 1 Oktober 2002. Ia tumbuh dalam keluarga sederhana di Desa Blimbing, Paciran. Sang ayah, Jumari, hanya lulusan SMP yang bekerja sebagai sopir pengangkut ikan, sementara ibunya, Muziatin, adalah ibu rumah tangga lulusan SD yang sempat berjualan minyak tanah di pasar.

Sejak kecil, Defia sudah terbiasa hidup mandiri. Saat duduk di Taman Kanak-kanak, kedua orang tuanya sibuk bekerja sehingga ia sering berangkat sekolah tanpa diantar. Di masa SD, ia sempat mengalami sakit berat hingga harus menjalani operasi. Biaya pengobatan membuat orang tuanya harus menjual satu-satunya motor yang dimiliki. Namun semangat belajar Defia tak pernah padam.


“Waktu itu saya tidak bisa sekolah seperti anak-anak lain. Tapi saya tetap belajar di rumah bersama guru, karena saya tidak ingin berhenti,” kenangnya.

Selepas SMP, Defia bercita-cita masuk SMA favorit di Lamongan. Namun rencana itu pupus karena uang pendaftaran harus dialihkan untuk biaya pengobatan bibinya yang sakit. “Saya sempat marah dan kecewa, rasanya semua usaha saya sia-sia,” tuturnya.


Akhirnya ia memilih melanjutkan sekolah di SMK Muhammadiyah 2 Brondong, meski awalnya dengan keterpaksaan. Di sanalah perjalanan barunya dimulai. Ia aktif berorganisasi di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dan Hizbul Wathan, sekaligus berjuang membantu ekonomi keluarga dengan berjualan online dan salad buah.


“Setiap hasil jualan, saya bagi dua dengan ibu. Rasanya senang bisa bantu keluarga meski sedikit,” ucapnya lirih.

Selama SMK, Defia harus memikul tanggung jawab besar. Saat ibunya jatuh sakit, ia menggantikan peran di rumah: memasak, mengurus adik dan nenek yang sakit, lalu tetap berangkat sekolah. Sepulang sekolah, ia bekerja menjaga toko baju dengan bayaran Rp20.000 per hari.


“Capek iya, tapi saya tahu kalau berhenti, semua jadi lebih berat buat keluarga,” ujarnya.

Setelah lulus SMK, keinginannya melanjutkan kuliah sempat ditentang orang tua karena faktor ekonomi. Meski begitu, ia tetap mencoba berbagai jalur dari SNMPTN, SBMPTN, hingga PTS namun semuanya gagal. Tabungannya habis untuk biaya pendaftaran, hingga akhirnya ia menjual satu-satunya cincin emas hasil kerja magang demi membayar formulir kuliah di UMSurabaya.


“Saya jual cincin diam-diam. Waktu itu saya cuma ingin sekali saja mencoba lagi, meski hasilnya nanti apa pun,” katanya dengan mata berkaca.


Namun hasilnya lagi-lagi nihil. Ia sempat mengurung diri lima hari karena putus asa. Hingga suatu hari, ia mendapat kabar dari seorang senior Hizbul Wathan yang membuka kesempatan beasiswa KIP-K di UMSurabaya.


“Waktu itu saya langsung menangis. Setelah sekian banyak kegagalan, akhirnya Allah kasih jalan melalui UMSurabaya,” ujar Defia penuh haru.

Sejak diterima sebagai mahasiswa KIP-K di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Defia tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia menanamkan satu prinsip: “Saya mungkin tidak punya harta, tapi saya harus punya karya.”


Dalam empat tahun kuliah, ia berhasil mengumpulkan lebih dari 15 prestasi tingkat nasional dan internasional mulai dari lolos pendanaan PKM, P2MW, juara KMI Award, hingga juara internasional di ICEBIZ UHAMKA 2025.


Selain itu, Defia aktif di berbagai organisasi seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), BEM FEB, dan Hizbul Wathan.


“Awalnya saya takut tidak bisa bersaing, tapi karena saya mahasiswa KIP, saya harus membuktikan bahwa kesempatan ini tidak sia-sia,” katanya tegas.

Bagi Defia, kata “ikhlas” adalah kunci dari seluruh perjalanan hidupnya.


“Dulu saya belajar untuk ikhlas ikhlas tidak masuk sekolah favorit, ikhlas gagal kuliah berkali-kali, ikhlas ketika uang habis dan harus mulai lagi dari nol. Tapi dari keikhlasan itu, Allah ganti dengan jalan terbaik,” tuturnya.

Kini, gadis asal Lamongan itu resmi menyandang gelar sarjana dari UMSurabaya. Di balik toga wisuda yang ia kenakan, tersimpan kisah keteguhan hati yang membekas bagi siapa pun yang mendengarnya.


“Saya tidak pernah menyangka akan sampai di titik ini. Terima kasih UMSurabaya, karena di sinilah saya belajar bahwa keterbatasan bukan halangan untuk berprestasi,” pungkas Devia.