Dari Penerima KIP-K Jadi Pengusaha Muda: Kisah Galih yang Kuliah sambil Jalankan Dua Usaha Warkop dan Thrift

  • Beranda -
  • Berita -
  • Dari Penerima KIP-K Jadi Pengusaha Muda: Kisah Galih yang Kuliah sambil Jalankan Dua Usaha Warkop dan Thrift
Gambar Berita Dari Penerima KIP-K Jadi Pengusaha Muda: Kisah Galih yang Kuliah sambil Jalankan Dua Usaha Warkop dan Thrift
  • 26 Okt
  • 2025

Galih Mahasiswa Penerima Beasiswa KIP-K dan punya usaha (Humas)

Dari Penerima KIP-K Jadi Pengusaha Muda: Kisah Galih yang Kuliah sambil Jalankan Dua Usaha Warkop dan Thrift

Menjadi mahasiswa penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) bukan berarti harus bergantung pada bantuan. Hal itu dibuktikan oleh Galih, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) asal Lamongan, yang justru menjadikan beasiswa itu sebagai pijakan awal untuk mandiri.

Galih berasal dari keluarga sederhana di Desa Brondong, pesisir Lamongan. Sejak kecil, ia sudah terbiasa membantu orang tuanya berdagang, meski usaha mereka tak selalu langgeng. Semangat berdagang itu ternyata membentuk mentalnya untuk tidak menyerah pada keadaan. 

“Saya ingin mengubah nasib keluarga dan membanggakan orang tua. Dengan pendidikan, saya yakin bisa memperbanyak peluang sukses,” ujarnya Sabtu (25/10/25)

Lulus sebagai penerima KIP-K menjadi titik awal penting dalam hidupnya. Uang biaya hidup yang diterima dari program beasiswa itu justru ia jadikan modal awal membuka usaha. 

“Saya berpikir bagaimana uang itu bisa berkembang dengan cara halal. Dari situlah muncul ide untuk membuka usaha kedai kopi,” tutur Galih.

Usaha pertamanya adalah kedai kopi berkonsep vintage di Lamongan. Inspirasi itu muncul dari hobinya nongkrong di warkop dan kecintaannya pada suasana jadul yang hangat. Setelah setahun berjalan, Galih kembali menangkap peluang: banyak pengunjung kedainya yang tampil dengan gaya vintage. Dari situ, ia memberanikan diri membuka usaha baju thrift di sebelah warkopnya. 

“Targetnya anak muda, dan Alhamdulillah sekarang berkembang juga lewat online shop,” tambahnya.

Menjalankan dua usaha sambil kuliah tentu tidak mudah. Setiap pekan Galih harus bolak-balik Lamongan–Surabaya, berangkat Kamis malam dan kembali Senin pagi untuk kuliah. 

“Awalnya sangat melelahkan, tapi kuncinya ada di manajemen waktu dan disiplin. Saya selalu buat daftar kegiatan dan skala prioritas,” katanya.

Tantangan tak berhenti di situ. Ia sempat dikhianati oleh rekan bisnis sendiri, bahkan diremehkan oleh orang-orang di sekitarnya. Namun, bagi Galih, semua itu menjadi bahan refleksi dan pembelajaran. 

“Semakin diremehkan, saya justru semakin semangat. Saya belajar jangan pernah membudidayakan rasa ‘nggak enakan’ dalam bisnis. Harus profesional dan sabar,” tegasnya.

Bagi Galih, bekerja keras di usia muda bukan hanya soal mencari uang, tetapi bentuk ibadah dan latihan tanggung jawab. Ia memegang teguh prinsip dalam Al-Qur’an surah An-Najm ayat 39: bahwa manusia hanya memperoleh apa yang diusahakannya. 

“Itu jadi pegangan saya. Pokok wani kalau sudah berproses sungguh-sungguh, pasti ada hasilnya,” ujarnya mantap.

Kini, warkop dan toko thrift milik Galih sudah berkembang. Ia bercita-cita melanjutkan pendidikan hingga jenjang magister dan doktoral, sembari menyiapkan business academy untuk membantu mahasiswa lain yang ingin berwirausaha. 

“Saya ingin nanti bisa memberi modal dan bimbingan bagi mahasiswa seperti saya dulu—yang ingin berproses tapi terkendala biaya,” harapnya.

Bagi Galih, kesuksesan bukan diukur dari harta semata. “Sukses sejati adalah ketika usaha yang kita bangun memberi manfaat bagi banyak orang,” ucapnya dengan senyum penuh keyakinan.