Bahas Kebebasan Akademik, UMSurabaya Jadi Tuan Rumah Southeast Asia Colloquium

  • Beranda -
  • Berita -
  • Bahas Kebebasan Akademik, UMSurabaya Jadi Tuan Rumah Southeast Asia Colloquium
Gambar Berita Bahas Kebebasan Akademik, UMSurabaya Jadi Tuan Rumah Southeast Asia Colloquium
  • 20 Agu
  • 2025

Southeast Asia Colloquium di UMSurabaya

Bahas Kebebasan Akademik, UMSurabaya Jadi Tuan Rumah Southeast Asia Colloquium

Isu kebebasan akademik di Asia Tenggara kembali menjadi perhatian serius. Sejumlah akademisi, aktivis, dan pegiat pendidikan dari berbagai negara akan berkumpul di Surabaya dalam forum Southeast Asia Colloquium for Academic Freedom dengan tema “Reclaiming Academic Freedom: Challenges, Prospects and Lesson Learned from Indonesia and The Philippines”.

Kegiatan ini merupakan kerja sama Southeast Asia Coalition for Academic Freedom (SEACAF), Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Universitas Muhammadiyah Surabaya, serta beberapa jaringan hak asasi dan serikat akademik di kawasan. Forum ini menjadi ruang diskusi transnasional untuk meneguhkan kebebasan akademik sebagai pilar penting demokrasi dan pendidikan inklusif, Kamis-Jumat (14-15/8/2025).

Colloquium ini juga menegaskan kembali relevansi Surabaya Principles on Academic Freedom yang pertama kali dirumuskan pada 6 Desember 2017 di Surabaya, lalu disahkan oleh Southeast Asian Human Rights Studies Network (SEAHRN) di Kota Kinabalu pada 25 April 2018. Setelah hampir tujuh tahun, prinsip-prinsip tersebut kembali diangkat untuk merespons tantangan baru berupa penyempitan ruang sipil, sensor, hingga kriminalisasi akademisi di berbagai negara Asia Tenggara.

“Ketika universitas dibungkam dan mahasiswa diawasi, membela kebebasan akademik bukan sekadar isu akademis, melainkan kebutuhan demokratis. Forum ini menjadi ruang penting untuk membangun solidaritas lintas negara,” ungkap D Bencharat Sae Chua, Direktur Regional SEACAF.

Hal senada disampaikan Satria Unggul Wicaksana, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) sekaligus Koordinator KIKA. Ia menegaskan bahwa di Indonesia dan kawasan, otonomi akademik tengah terancam, bahkan hukum sering dijadikan alat untuk membungkam suara kritis. 

“Respon kita harus berani, berprinsip, dan bertumpu pada solidaritas regional. Pertukaran praktik terbaik sangat penting untuk memperkuat gerakan perlindungan kebebasan akademik di Asia Tenggara,” ujarnya.

Forum ini menghadirkan berbagai pakar, mulai dari Indonesia, Filipina, Thailand, hingga jaringan internasional. Diskusi akan membahas pengalaman serikat pekerja akademik, strategi hukum, serta kerangka hak asasi manusia dalam memperkuat perlindungan kebebasan akademik. Selain itu, forum ini juga diharapkan mendorong penguatan kerangka nasional dan regional, sekaligus mendukung advokasi internasional agar kebebasan akademik diakui sebagai prinsip utama dalam mekanisme PBB dan agenda hak pendidikan global.