Sejumlah warga desa di Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa
Timur mendadak menjadi miliarder usai mendapat ganti rugi dari penjualan tanah
dan lahan untuk proyek pembangunan kilang minyak PT Pertamina pada Februari
tahun lalu. Mereka umumnya memborong membeli mobil dan kebutuhan mewah lainnya.
Namun, setelah satu tahun berlalu, beberapa warga tersebut jatuh miskin karena
tidak ada lagi sumber penghasilan yang mereka bisa dapatkan sebagaimana saat mereka bisa menggarap lahan pertaniannya.
Merespon hal tersebut pakar ekonomi UM Surabaya Arin Setyowati
menilai minimnya pengetahuan literasi keuangan pada masyarakat Sumergeneng
tergolong rendah. Habisnya uang tersebut tanpa didasari perhitungan jangka
panjang untuk menopang keberlanjutan hidup selanjutnya.
Arin menjelaskan bahwa literasi keuangan adalah kemampuan
seseorang dalam memahami secara efektif pengelolaan keuangan, sehingga
seseorang bisa memprioritaskan mana yang urgen dipenuhi dan tidak.
“Literasi keuangan menjadi salah satu skill penting yang
dibutuhkan masa kini, dan internalisasinya perlu sedini mungkin sehingga akan membentuk
habit dan menjadi karakter baik bagi setiap generasi. Terlebih bagi umat
muslim, bahwa perencanaan dan pengelolaan keuangan maupun harta yang tepat
sangat penting diperhatikan untuk bekal di akhirat,”ungkap Arin Minggu
(30/1/22)
Arin juga menjelaskan dalam literature yang diterbitkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang pengelolaan keuangan keluarga. Detail dari
pembagain presentase alokasi pengeluaran ZIS sebesar 5%, tabungan dan dana
darurat 10%, biaya rumah tangga kebutuhan 40%, investasi masa depan 5%, dana
pendidikan anak 10%, cicilan pinjaman 20%, premi asuransi 5% dan hiburan
sebesar 5%.
“Alokasi presentase tersebut merupakan komposisi ideal,
presentase tersebut menjadi standar minimum dalam upaya pengelolaan keuangan
yang baik dan tentu harus dilanjutkan dengan disiplin menjaga pola anggaran
tersebut,”imbuh Arin.
Di akhir paparannya Arin juga menjelaskan fenomena warga
Sumurgeneng kesalahan fatalnya adalah without planning, over budgeting
sehingga yang dibelanjakan lebih banyak dan sifatnya konsumtif, bukan aset
produktif yang bisa menjadi alternatif sebagai pendapatan pengganti untuk
keberlangsungan hidup selanjutnya.