Konten prank yang dibuat aktor
sekaligus Youtuber Baim Wong dan istrinya, Paula Verhoeven, tentang
laporan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ke polisi, mendapat berbagai macam
tanggapan dari warganet.
Diketahui, Baim dan Paula membuat
konten prank dengan berpura-pura membuat laporan kasus KDRT ke Polsek
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Video itu tayang di kanal YouTube Baim Paula. Namun
setelah mendapat banyak respon dan disebut minim empati video tersebut sudah
dihapus.
Ramainya kasus tersebut juga menarik perhatian
berbagai akademisi. Salah satunya Radius Setiyawan Dosen Universitas
Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya)
Menurut Radius, prank saat ini sudah menjadi
hal yang tidak baru di Indonesia. Para Youtuber seringkali membuat konten
dengan menggunakan prank sebagai cara untuk meningkatkan jumlah viewnya, meski
terkadang menghilangkan sisi manusiawi.
“KDRT adalah urusan serius, bukan candaan yang
bisa dinormalisasi. Selain tidak punya empati pada korban, menjadikan kasus KDRT
sebagai candaan juga berpotensi melangenggkan budaya kekerasan,”tutur Radius Senin
(3/10/22)
Meski awalnya konten yang dibuat bertujuan menciptakan
kondisi agar tidak panik atau tegang di tengah viralnya kasus KDRT yang menimpa
public figure. Tetapi hal tersebut akan terasa menjengkelkan ketika semua yang
diucapkan tidak benar.
“Menjadikan proses pelaporan kasus KDRT sebagai
konten prank, selain tidak berempati dan menghargai korban juga berpotensi
membuat korban terkena menyalahkan korban (victim blaming),”katanya
lagi.
Radius kembali menegaskan, hal yang paling
ditakutkan jika KDRT dinormalisasi adalah ketika seseorang melapor dan serius
mengalami KDRT malah tidak dipercaya karena terlalu sering dibuat bahan
candaan.
Ia mengajak berhenti untuk menjadikan KDRT
sebagai bahan candaan, sudah waktunya pemerintah bersama masyarakat
mencanangkan zero tolerance terhadap kekerasan.
“Artinya tidak ada toleransi sekecil apapun
terhadap tindakan kekerasan terhadap perempuan, baik dalam keluarga masyarakat
dan negara,”tutup Radius.