Indonesia sebagai negara dengan
mayoritas beragama
Islam,
setiap tahunnya mengirimkan ratusan ribu jamaah ke Arab Saudi untuk ibadah haji. Hal ini didorong
karena ibadah haji merupakan rukun
Islam ke-5 yang wajib
dikerjakan bagi umat Islam yang mampu. Sebelum ditetapkan Kementerian Agama bersama Komisi VIII DPR, usulan
biaya haji 2023 menjadi pro dan kontra.
Seperti yang disepakati pada rapat
panitia kerja antara Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Kementerian Agama menyepakati biaya haji 2023 naik menjadi Rp 49.812.711,12
atau Rp 49,8 juta bila dibulatkan. Angka ini naik Rp 10 juta bila dibandingkan dengan tahun 2022 yang hanya
senilai Rp 39,8 juta.
Thoat
Stiawan Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UM Surabaya menilai usulan biaya haji yang
diajukan pemerintah sebagai konsekuensi yang sulit dihindari, karena dipicu
oleh kenaikan berbagai komponen kebutuhan, baik di tanah air maupun di Arab
Saudi, antara lain terjadi pada biaya angkutan udara karena avturnya juga naik,
hotel, transportasi darat, katering, obat-obatan, alat kesehatan, dan
sebagainya. Belum lagi pengaruh inflasi, sehingga biaya haji mesti beradaptasi
atas situasi tersebut.
Pemerintah menyebut, kenaikan
biaya haji sebesar Rp 49,8 juta dalam rangka melakukan rasionalisasi
keberlangsungan dan kesehatan keuangan.
Sebab, selama ini, komponen BPIH juga ditopang dari nilai manfaat hasil
pengelolaan dana haji yang terlalu besar dan cenderung tidak sehat.
“Maka dari itu, harus ada
langkah berani untuk mengoreksi dan menyeimbangkan. Meski
DPR bersama pemerintah telah berikhtiar
melakukan kajian yang mendalam dan penghitungan secara seksama terkait kenaikan
tersebut,”ujar Thoat Jumat
(17/2/23)
Thoat menyebut, pemerintah
harus memastikan pelayanan untuk jamaah haji maksimal serta pelayanan dan kenyamanan
jamaah
haji terjamin dalam menjalankan ibadah haji selama di tanah suci.
Pemerintah
perlu membuat perencanaan biaya haji secara komprehensif, kondisi pembiayaan
penyelenggaraan haji
yang menyebabkan biaya haji ditanggung setiap jamaah perlu disesuaikan,”imbuh Thoat lagi.
Ia menegaskan, penyesuaian
tersebut harus berlandaskan perencanaan yang matang, asumsi-asumsi yang riil, dan sesuai dengan
perkembangan dan peluang yang ada.
Koordinasi Kemenag dengan pihak Saudi juga dengan BPKH
dan Komisi VIII DPR-RI,
sehingga
pembiayaan haji
tetap mampu dijangkau para calon jemaah dan tetap memungkinkan jamaah melaksanakan rukun
Islam ke lima.