Rencana calon pengantin untuk melafalkan
Pancasila dan menyanyikan lagu Indonesia Raya saat melangsungkan prosesi
pernikahan di Kulon Progo, D.I.Yogyakarta, banyak menuai pro dan kontra.
Lantas apakah hal tersebut berpengaruh terhadap
keabsahan perkawinan?
Ramainya
kasus tersebut ditanggapi Dosen FAI UM Surabaya Gandung Fajar Panjalu. Menurutnya
untuk menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu perlu dibedakan antara
rukun nikah, syarat sah nikah, syarat administratif dan prosesi perkawinan.
Fajar
menjelaskan, rukun nikah merupakan hal-hal yang perlu ada pada saat
dilaksanakannya akad nikah.
“Yang
masuk ke dalam rukun nikah adalah keberadaan kedua mempelai, wali nikah, saksi
dan dilangsungkannya ijab qabul. Apabila tidak ada salah satunya maka
pernikahan tidak dapat dilangsungkan,”kata Fajar Jumat (18/11/22)
Ia
menjelaskan istilah “syarat” dalam nikah merujuk pada ketentuan yang harus ada
pada para pihak serta dapat mempengaruhi keabsahan dan kehalalan pasangan yang
menikah. Persyaratan tersebut melekat pada masing-masing pihak baik pada kedua
mempelai, wali maupun saksi.
“Pada
kedua mempelai, syarat nikah adalah beragama Islam, bukan mahram,
berkehendak untuk menikah, dan tidak sedang ber-ihram,”imbuhnya lagi.
Ia
menegaskan, apabila salah satunya tidak ada maka pernikahan tersebut tidak sah.
Dampak dari keabsahan tersebut sangat banyak. Mulai dari kehalalan hubungan,
status anak, harta bersama, kewarisan maupun aspek lainnya.
Sedangkan
syarat administratif berisi kebutuhan persiapan dan pendataan agar perkawinan
tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Syarat administratif ini meliputi
pencatatan perkawinan dan pembekalan pra-nikah. Meskipun tidak berdampak
langsung dengan syarat sah nikah, namun syarat administratif harus dipenuhi
sebagai sarana tercapainya tujuan pernikahan dan agar terhindar dari
kemadlaratan.
Pada
peristiwa yang viral soal menghafalkan Pancasila dan menyanyikan Indonesia Raya
bukanlah bagian dari syarat dan rukun nikah maupun syarat administrasi
perkawinan. Hal tersebut dijadikan sebagai rangkaian prosesi perkawinan,
khususnya pada bulan November yang dianggap sebagai bulan patriotik karena
terdapat hari pahlawan di dalamnya, yakni tanggal 10 November.
“Artinya,
menghapal Pancasila dan menyanyikan lagu Indonesia Raya bukanlah merupakan
syarat yang mempengaruhi keabsahan suatu perkawinan,”tegasnya.
Masyarakat
diharapkan untuk tidak menafsirkan secara berlebihan dengan anggapan adanya
perubahan terhadap ketentuan syari’at Islam.
Pada
masyarakat yang tidak hafal menghafal Pancasila maupun tidak mampu menyanyikan
Indonesia Raya dikarenakan alasan yang dapat diterima, tentu tidak dapat
ditolak keinginannya untuk menikah selama syarat dan rukunnya telah terpenuhi.
Hanya saja, masyarakat yang belum hafal perlu diberikan nasehat agar semakin
meningkatkan kecintaannya terhadap tanah air, salah satu wujudnya adalah dengan
mampu menghafal Pancasila dan mampu menyanyikan Indonesia Raya.
“Selain
itu, penyelenggara perkawinan dalam hal ini Kantor KUA hendaknya menyampaikan
setiap inovasi program yang dilakukan agar tidak tercipta kegaduhan di
masyarakat. Apalagi kegaduhan yang diakibatkan sentimen isu keagamaan,”pungkas
Fajar.