Tak ada yang menyangka kehidupan
Achmad Hariri Dosen sekaligus Wakil Dekan Fakultas Hukum UM Surabaya bisa
berubah drastis. Roda nasib berputar bagi pria asal Karduluk Sumenep Jawa Timur
ini. Di balik kisah suksesnya sekarang, rupanya Hariri memiliki perjalanan
hidup yang getir yang layak menjadi inspirasi banyak orang.
Rupanya saat duduk di bangku
Sekolah Dasar (SD), Hariri tidak bisa bebas bermain seperti anak-anak
seusianya. Hariri menjadi pemikul batu di usianya yang masih terbilang kecil.
Batu tersebut ia kumpulkan dari tegalan, untuk diangkut ke tepi jalan besar secara
bolak balik hingga mencapai satu pick up dan hanya diberi upah tiga puluh ribu.
Tak hanya menjadi pemikul batu,
saat masih SD Hariri juga bekerja di sekolah sebagai pemegang kunci, hal itu
mengharuskan ia berangkat lebih pagi dan pulang paling akhir. Berkat pekerjaan
itu ia diberi upah dua puluh lima ribu setiap bulannya.
“Karena kurang fokus belajar,
saya tidak naik kelas dua tahun berturut-turut, sempat down juga waktu
itu,”ujar Hariri Senin (20/2/23)
Hariri menyebut, orang tuanya
hanya bekerja sebagai buruh tani, dan menekuni pekerjaan pengrajin tikar.
Bahkan ia mengaku ketika duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) ia tidak pernah
memakai sepatu.
Rupanya saat melanjutkan sekolah
ke jenjang SMP Hariri sempat tidak naik kelas lagi lantaran kemampuan hafalannya
di bawah rata-rata. Setelah satu tahun tidak naik kelas, uniknya ia malah masuk
3 besar di sekolah saat naik kelas 3.
“Karena waktu itu saya merasa
pelajaran dan hafalan yang diajarkan hanya mengulang dari tahun sebelumnya,
jadi saya lebih mudah untuk mengingat,”imbuh Hariri lagi.
Saat duduk di bangku SMP ia masih
tetep bekerja yakni dengan membantu sebagai pengrajin tikar dan mebel, hal itu
ia lakukan hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Namun setelah lulus dari SMA,
keinginannya untuk kuliyah sempat tidak didukung orang tua lantaran faktor
biaya, selain itu, ia menyebut di desa yang ia tinggali belum ada anak yang
melanjutkan kuliah di luar Madura, karena hal tersebut ia memutusakan merantau
ke Surabaya untuk bekerja.
Ketika memutuskan merantau,
Hariri yakin bisa memperbaiki nasibnya.
Dengan berbekal sepelik emas yang harganya tidak genap limaratus ribu, Hariri
pergi ke Surabaya. Bahkan terbesit niat untuk menawarkan tulisannya berupa
lirik lagu kepada produser. Namun kemudian Hariri memutuskan untuk bekerja
sembari berkuliah.
Sempat jadi Marbot Masjid agar Bisa Makan
Hariri menjadi mahasiswa Fakultas
Ilmu Hukum UM Surabaya, pada semester 1 dan 2 ia mendapatkan beasiswa dari UM
Surabaya berkat info dari temannya. Namun beasiswa tersebut hanya sampai
semester 2, sehingga mengharuskan dirinya untuk bekerja agar bisa meneruskan
kuliyahnya.
Saat tiba di Surabaya, ia tidak
memiliki tempat tinggal, ia numpang tinggal kepada mahasiswa yang baru
dikenalnya sampai pada kegiatan Ordik, saat ia berniat untuk bekerja, nasibnya
malah terkena tipu, akibatnya uang hasil penjualan emas milik ibunya raib
hilang. Karena merasa tidak enak numpang tempat tinggal akhirnya ia memutuskan
untuk tinggal di masjid kampus.
“Saat tinggal di masjid, saya
jadi marbot. Alhamdulillah berkah tinggal di masjid sering dapat makan
gratis,”kenang Hariri.
Setelah lama tinggal di masjid,
ia memutuskan untuk pindah tinggal di Sekret. Untuk bertahan hidup ia sempat
berjualan es degan hingga jualan kopi lesehan dengan memakai gerobak. Itupun
bukan miliknya sendiri, ia ikut kakak kelasnya. Jualan kopi ia lakoni hingga
satu setengah tahun.
Saat masuk semester 4 hingga
lulus, kehidupannya mulai membaik lantaran kepiawainnya menulis membuat Program
Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang ditulisnya selalu lolos dan didanai oleh
pemerintah. Berkat itulah ia bisa membayar kuliah dan mengirimi keluarganya
sedikit uang di desa.
Menjelang wisuda, ia manfaatkan
tabungan dari hadiah menulis untuk membeli sapi, berharap sapi beranak dan bisa membantu biaya tugas akhir
dan wisuda. Setelah lulus, selain bekerja ia juga melanjutkan studi Pascasarjana
dengan jurusan ilmu hukum.
Menjadi Dosen UM Surabaya dan Hasilkan Puluhan Penelitian
Didanai
Kini saat menjadi Dosen di UM
Surabaya, sumbangsihnya di bidang akademik tak perlu diragukan lagi. Hariri
telah menerbitkan puluhan penelitian dan puluhan dana hibah dari pemerintah,
Tak hanya itu, dibalik kisah suksesnya sekarang, ia tidak melupakan darimana ia
berasal, beberapa penelitian yang dilakukan selalu mengangkat desa dimana ia
dilahirkan.
“Beberapa kali saya mengambil
penelitian usaha mebel Karduluk Sumenep Madura Jawa Timur hal tersebut
bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dengan harapan mutu produk
dapat diterima masyarakat global,”kata Hariri.
Ia berharap dari penelitian yang
dilakukan akan mampu menata system administrasi dan manajemen sehingga dapat
mendukung perluasan pasar dan berdampak pada ekonomi masyarakat khususnya
Karduluk.
Sebagai Pakar Hukum Tata Negara,
kini tulisan dan gagasan-gagasannya mudah ditemui pada jurnal hingga media masa
lokal dan nasional.