Sebagai bagian dari realisasi Memorandum of Understanding (MoU) antara Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) dan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI). Pusat Studi Anti-Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) UMSurabaya melakukan eksaminasi putusan dan pemanfaatan hasil rekam sidang pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 980K/Pid.Sus/2016. Putusan tersebut terkait kasus tindak pidana korupsi, dengan terdakwa dalam kasus ini adalah (alm.) H. Fuad Amin. Kegiatan eksaminasi putusan dan pemanfaatan rekam sidang ini dilakukan oleh PUSAD UMSurabaya dan membentuk tim eksaminer yang terdiri dari: Dr. Herlambang P. Wiratraman, S.H.,MA. (Peneliti dan Direktur HRLS FH Unair), Dr. Maradona, S.H,LL.M. (Peneliti CACCP FH Unair), dan Satria Unggul W.P, S.H.,M.H. (Peneliti dan Direktur PUSAD UMSurabaya), serta dilengkapi dengan reviewer masyarakat Sipil, Abdul Wachid, S.H.,M.H. selaku Direktur LBH Surabaya.
Kasus korupsi (alm.) Fuad Amien terkait dengan kewenangannya sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bangkalan Jawa Timur (Periode 2014-2019), Bupati Bangkalan (Periode 2003-2008 dan Periode 2008-2013) yang dinyatakan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan menjatuhkan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dan Pidana Denda sebesar Rp.3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) subsidair 11 (sebelas) bulan kurungan.
Direktur PUSAD UMSurabaya, Satria Unggul menyatakan, tindak pidana korupsi yang dialamatkan kepada terdakwa setidaknya ada beberapa perbuatan hukum yang bagi KPK-RI mengkategorikan jenis kejahatan tersebut sebagai praktik suap dan pencucian uang (money laundry). Kerugian negara sebagai bagian dari praktik koruptif yang dilakukan oleh Terdakwa “Bila kita konversi, uang korupsi dan pencucian uang yang dilakukan Fuad Amin, yang mencapai Rp. 367.509.636.174,99, bila dibagi ke desa-desa di seluruh Bangkalan, maka setiap desa di Bangkalan seharusnya bisa menerima, Rp. 1.307.863.473 (1,3 M/desa). Atau, bila dibagi ke seluruh rumah tangga di Kabupaten Bangkalan, maka uang hasil korupsi dan pencucian uang itu setara dengan Rp. 1.603.389,-/rumah tangga. Atau, bila dikonversi dengan penerima manfaat dana pendidikan, atau subsidi BOS, Rp. 800.000/siswa/tahun, maka diperkirakan 459.387 anak siswa sekolah dasar yang seharusnya bisa menerima manfaat akan kehilangan haknya” Tegasnya.
Ketua Eksaminer sekaligus Direktur HRLS FH Unair, Dr. Herlambang, MA menambahkan, apa yang bisa diambil dari kasus ini adalah pembelajaran bersama (Lesson learning), bahwa praktik koruptif yang didukung dengan kekuasaan dan politik dinasti akan berdampak langsung terhadap upaya penyengsaraan masyarakat, “sehingga harapannya pasca eksaminasi putusan ini adalah adanya kesadaran bersama untuk mengawal jalannya pemerintahan daerah untuk tidak menggunakan kekuasaannya dalam praktik koruptif dan pencucian uang. Beberapa rekomendasi dihasilkan dari eksaminasi ini, salah satunya tentang pidana tambahan pencabutan politik, tidak berdasarkan limitasi tahun, tetapi limitasi masa pemilu. Sehingga, efek jera dari praktik korupsi menjadi semakin baik bagi pemberantasan tindak pidana korupsi kedepan” Tuturnya.
Eksaminasi putusan ini dilakukan medio April-Oktober 2019 bertempat di UMSurabaya, melibatkan pihak-pihak kunci untuk memberi masukkan dalam diskusi kelompok terarah, mulai dari masyarakat sipil, NGO, penegak hukum, dan warga Kab. Bangkalan. Dan diharapkan putusan tersebut menjadi yurisprudensi yang baik dalam mengungkap kasus tindak pidana korupsi dengan pola yang sama dikemudian hari.