Dewasa ini, kita sering mendengar kata toxic parenting.
Media sosial seperti instagram, facebook maupun twitter
sering membagikan bahasan mengenai toxic
parenting. Hal
ini kemudian menjadi tanda tanya terkait apa saja sebenarnya bahaya yang dapat
ditimbulkan dari toxic parenting dalam kehidupan seorang anak.
Lilik Binti Mirnawati
Pemerhati Anak Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) sekaligus Dosen
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) menjelaskan bahwa toxic parenting
sendiri bukan hanya tentang kekerasan fisik, namun juga dapat berupa kekerasan
verbal maupun psikologis yang sifatnya tidak terlihat oleh mata sehingga sulit terdeteksi.
“Sikap orang tua yang selalu ingin dituruti, tidak pernah menghargai perasaan anak dan
tidak memberi anak dalam hak berpendapat termasuk juga dalam toxic parenting,”ungkap Mirna Selasa (22/2/22)
Mirna menambahkan toxic parenting dapat berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak khususnya pada kesehatan mentalnya. Orang tua yang toxic akan selalu menggali kekurangan anak dan harus sesuai dengan keinginan orang tuanya. Anak yang dibesarkan dalam kondisi pengasuhan yang seperti itu dapat tumbuh menjadi sosok yang sulit menghargai diri sendiri, sehingga nantinya akan membentuk anak menjadi seorang yang selalu menyalahkan diri sendiri.
“Toxic
parenting akan berdampak negatif bagi anak kedepannya, di mana
kerap kali luka tersebut muncul ketika anak mulai dewasa. Anak bisa mengalami
stres berkepanjangan dan depresi, hingga menderita sakit mental maupun fisik,”katanya lagi.
Lebih lanjut lagi
Mirna menjelaskan toxic parenting
juga dapat menyebabkan terganggunya kepribadian dan membuat konsep diri anak
menjadi berantakan, selain itu juga berdampak pada
relasi sosial menjadi tidak sehat.
“Bahaya
yang paling mengerikan dari toxic parenting adalah anak akan berperilaku
sama di masa yang akan datang atau dengan kata lain menjadi toxic
parents selanjutnya bagi anak-anak mereka kelak,”imbuhnya lagi.
Hal tersebut merupakan konsekuensi yang
harus diterima dari toxic parenting dimana anak akan menirukan
hal yang sama dan membenarkan hal tersebut terjadi sebagai suatu kewajaran.