Makanan kemasan dan hidangan cepat saji acapkali mengandalkan berbagai zat tambahan (zat aditif) untuk
meningkatkan cita rasa serta kualitas tampilan agar lebih menarik sekaligus memperpanjang masa simpannya. Di balik kemenarikan
tersebut masyarakat perlu memperhatikan kandungan berbahaya.
Tingginya
konsumsi masyarakat khususnya anak-anak pada makanan kemasan menarik perhatian Pakar
Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM
Surabaya) Siti Mardiyah untuk mengurai kandungan yang terdapat dalam makanan
kemasan.
Mardiyah menjelaskan zat
tambahan (zat aditif) pada makan kemasan dinamakan dengan Bahan Tambahan Pangan
(BTP). Penambahan BTP yang boleh digunakan dalam makanan diatur dalam Permenkes
No.
033 Tahun 2012 atau PerKaBPOM No. 11 tahun 2019 tentang
bahan tambahan
pangan.
“Ada
sekitar 26 jenis bahan tambahan makanan yang diatur dalam kedua peraturan tersebut.
bahan yang
dilarang digunakan pada pangan meliputi boraks atau asam borat, asam salisilat dan
garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak
nabati yang dibrominasi, nitrofuranazon, serta formalin,”urai Mardiyah Rabu (30/3/22)
Dalam keterangan
tertulis Mardiyah menjelaskan jenis BTP yang sering digunakan dalam
makanan kemasan pada jajanan anak yang biasanya ditambahkan dalam makanan
kemasan.
“Pertama adalah penyedap penguat rasa yang disebut Monosodium Glutamat (MSG) orang menyebutnya mecin. MSG sangat umum digunakan pada makanan kemasan karena rasanya yang kuat dan gurih, sehingga banyak disukai anak-anak, selain makanan kemasan anak-anak, MSG pada
umumnya juga digunakan dalam produk mie instan.
Ia menjelaskan beberapa penelitian menjelaskan mecin bisa menyebabkan
masalah pada saraf dan kerja otak. Kebanyakan makan mecin diduga kuat bisa
menyebabkan sakit kepala dan mual-mual, sebagai gejala chinese restaurant syndrome.
“BTP lain yang harus diwaspadai adalah zat pewarna atau bahan
tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan dengan tujuan mempercantik penampilan, orang tua harus paham bahwa tidak semua pewarna makanan aman
digunakan. Beberapa penelitian menunjukkan pewarna buatan dapat meningkatkan
kecenderungan alergi anak dan hiperaktivitas pada anak dengan ADHD,”imbuhnya.
Ia menjelaskan pewarna ini biasanya digunakan pada produk minuman
kemasan, jelly, permen dan es krim. Ia berpesan agar memilih makanan tanpa
pewarna buatan, atau gunakan perwarna dari bahan-bahan alami (seperti daun suji
untuk warna hijau) untuk menghindari risiko kemunculan penyakit.
Selanjutnya yang harus diwaspadai adalah perisa (flavour) buatan. Perisa (flavour) buatan adalah BTP yang dapat
memberikan, menambah dan mempertegas suatu rasa pada makanan. Beberapa minuman
dan makanan kemasan dengan embel-embel rasa asli kadang mendapatkan rasanya
dengan bantuan perisa buatan.Penelitian yang dilakukan pada hewan menemukan
bukti bahwa perasa buatan memiliki beberapa efek racun
terhadap kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan.
Sirup jagung fruktosa
juga harus
diwaspadai yang merupakan pemanis buatan yang sering
ditemukan dalam soda, jus, permen, sereal, dan berbagai makanan ringan, jika dikonsumsi terus menerus dapat meningkatkan
risiko obesitas dan diabetes. Selain itu, zat yang
satu ini juga dapat memicu peradangan dalam sel yang bisa mengakibatkan
berbagai penyakit serius seperti penyakit jantung dan kanker.
“Penelitian membuktikan pemanis jenis ini tidak mengandung
vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh. Sebagai gantinya, pilih makanan dan minuman tanpa gula buatan tambahan. Kita
bisa menambahkan madu murni sebagai pengganti gula yang lebih sehat,”jelasnya.
Selanjutnya adalah pemanis buatan seperti aspartam, sakarin, dan siklamat yang digunakan dalam makanan dan minuman manis
rendah kalori. Siklamat memiliki rasa manis 30 kali daripada
sukrosa. Pedagang pengecer pada umumnya mengenal natrium siklamat dengan nama
dagang sodium atau biang gula atau sari manis.Penelitian membuktikan
bahwa pemanis buatan dapat membantu menurunkan berat badan dan membantu
mengelola kadar gula darah di dalam tubuh.
Penting juga untuk memahami pengawet dalam makanan. Kombinasi natrium benzoat
dan pewarna makanan dapat meningkatkan kecenderungan hiperaktivitas pada anak.
Selain itu, natrium benzoat yang dikombinasikan dengan vitamin C juga dapat
berubah menjadi benzena, zat yang dapat meningkatkan risiko kanker. Sehingga ada baiknya teliti sebelum membeli.
Hindari makanan dan minuman yang mengandung asam benzoat, natrium benzoat,
benzena, atau benzoat yang dikombinasikan dengan vitamin C seperti asam sitrat
atau asam askorbat.
Terakhir adalah lemak trans. Lemak
trans (trans fat) terbentuk akibat proses penggorengan suhu tinggi (deep frying), hidrogenasi, dan
pemanggangan (baking), biasanya ditemukan dalam margarin, biskuit, pop corn, makanan
yang digoreng, hingga krimer serta makanan cepat saji.
“Penelitian telah membuktikan bahwa lemak trans dapat meningkatkan kolesterol
jahat LDL dan menurunkan kadar kolesterol baik
HDL yang lambat laun meningkatkan risiko penyakit jantung. Untuk itu,
ada baiknya untuk membatasi konsumsi makanan yang mengandung lemak trans,”pungkasnya.