Fakta usia muda lekat dengan generasi digital savvy mengakibatkan
transformasi gaya hidup di era digital yang besar-besaran dalam keseharian. Perkembangan
kehidupan ke depan membutuhkan kecakapan dalam dunia digital pada setiap sektor
kehidupan, salah satunya sektor keuangan melalui layanan keuangan digital. Maka
syarat lain yang harus dipenuhi oleh generasi millenial adalah kecakapan dalam
literasi keuangan.
Arin Setyowati Pakar Ekonomi UM Surabaya menjelaskan minimnya
literasi keuangan di Indonesia dibuktikan dari hasil survei OJK tahun 2016,
tingkat literasi keuangan di Indonesia adalah 29,7% dimana angka tersebut masih
di bawah negara ASEAN lainnya.
Beberapa penelitian telah menguji tingkat literasi keuangan pada
anak muda (Das,2017; de Bassa Scheresberg,2013; Friedline&West,2016;
Mottola,2014) yang menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan millennial masih
sangat rendah (24%) meskipun mereka tergolong financially active,
misalnya dibuktikan dari kepemilikan kartu kredit.
Menurut Arin, tingkat literasi keuangan yang rendah dipicu karena
industri keuangan semakin kompleks namun tidak diiringi dengan pemahaman konsep
keuangan yang baik. Sehingga memberikan dampak pada kesulitan dalam pembuatan
keputusan yang menguntungkan bagi kesejahteraan ekonominya (financial
well-being), seperti terjebak pada hutang berlebih melalui pinjaman online
(pinjol).
Selain itu juga, berdampak pada pengelolaan ekonomi yang buruk dan
tidak efektif, sehingga rentan akan krisis keuangan dan kerugian akibat
kejahatan (fraud) di sektor keuangan seperti yang sedang marak yakni penipuan
investasi bodong yang digaungkan oleh para influencer millenial.
“Usia-usia generasi millenial lekat dengan karakter percaya diri,
ekspresif, bersemangat dan terbuka pada tantangan. Kebanyakan berprinsip "kamu hidup sekali/you only live once"
yang membuat gaya hidup serta biaya pergaulan mereka semakin meningkat,”jelas
Arin Minggu (24/7/22)
Menurutnya generasi millennial juga terbiasa dengan barang yang selalu up to date, lebih
mementingkan liburan untuk memenuhi keinginan swafoto di tempat yang indah
dibandingkan memenuhi kebutuhan hidup utamanya, serta seringkali menghabiskan
waktu di kafe mahal atau bahkan membeli baju hanya dengan pertimbangan brand/merk.
Sehingga mereka sulit membedakan antara
kebutuhan dan keinginan.
Hasil survey financial
fitness indeks yang dilansir oleh OCBC NISP hasil kerjasama dengan NielsenIQ
diketahui bahwa generasi millennial hanya ada 16% yang memiliki dana darurat. 86%
menyatakan rutin menyisihkan sebagian dari pendapatan untuk ditabung, 43%
ternyata masih meminjam uang dalam waktu 1 tahun terakhir.
Menurut
penjelasan Arin, hanya 3% yang memiliki produk investasi, meskipun belum banyak
yang berinvestasi secara benar, misal fenomena ikutan tren investasi saham
maupun nekat terjun ke crypto currency,
namun masih menggunakan uang hasil utang.
“Artinya, data
tersebut menunjukkan darurat kesehatan keuangan pada generasi millennial kita,
sehingga perlu adanya financial check-up dan optimalisasi pemahaman
keuangan yang baik, supaya tidak terbawa arus tren keuangan yang merugikan,”imbuhnya
lagi.
Adapun
beberapa faktor utama dalam upaya meningkatkan kesehatan keuangan generasi
millennial, diantaranya; dengan membuat alokasi
anggaran, membuat pencatatan sederhana pengeluaran, konsultasi dengan financial planner dan terus belajar pengaturan
keuangan.
Generasi millennial perlu menentukan 3 hal berikut supaya bisa lebih fokus dalam
merencanakan dan mengelola keuangan, pertama menentukan tujuan keuangan jangka
pendek dan jangka panjang. Kedua mengukur seberapa besar dana yang diperlukan
untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. Ketiga membuat deadline untuk bisa memantau
progress pengelolaan keuangan.
“Ketiga hal
tersebut akan mengarahkan generasi millennial dalam pengelolaan keuangan
berdasarkan skala prioritas,”tegasnya.
Arin menjelaskan tips yang bisa diterapkan dalam pengelolaan keuangan millennial
sesuai skala prioritas, salah satunya melalui rumus 40-30-20-10 dalam keuangan.
Dengan rincian sebagai berikut; 40% adalah anggaran untuk keperluan
sehari-hari, 30% untuk kebutuhan utang, 20% untuk investasi dan tabungan, serta
10% untuk keperluan sosial maupun dana darurat.
Dana tabungan, investasi, asuransi kesehatan, dan jaminan pensiun merupakan
empat hal wajib yang harus masuk ke dalam rencana keuangan jangka panjang. Karena
harga barang dan kebutuhan yang semakin meningkat membuat empat hal tersebut
menjadi penting untuk disiapkan sejak dini.
Yang tidak boleh dilupakan berikutnya dalah pos untuk dana darurat. Pos
dana ini untuk hal-hal tidak terduga yang mungkin muncul di masa mendatang. Supaya
tidak mengganggu pengelolaan keuangan yang sudah disusun.
“Rumus 40-30-20-10 dalam mengelolan keuangan akan berjalan optimal jika dibarengi
dengan kedisiplinan untuk menjaga konsistensi gaya hidup hemat dan
cerdas supaya hidup menjadi semakin berkualitas,”pungkasnya.