Salah
satu rentetan dampak dari kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) adalah angka inflasi. Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Agustus 2022 mencapai 4,69 persen
secara tahunan (year-on-year/yoy). sementara secara tahunan, inflasi harga
bergejolak sebesar 8,93 persen yoy.
Adapun
dua komponen lainnya mengalami inflasi pada Agustus 2022. inflasi inti tercatat
sebesar 0,38 persen mtm atau mencapai 3,04 persen dibandingkan periode yang
sama tahun lalu. Inflasi tersebut tergolong inflasi ringan atau merayap (Creeping
inflation), mengingat persentase inflasi berada si angka yang kurang dari 10% setahun.
Dosen dan Pakar
Ekonomi UM Surabaya Arin Setyowati menjelaskan inflasi saat ini lebih
disebabkan kontraksi biaya produksi yang melambung akibat dorongan dari
kenaikan harga bahan baku salah satunya BBM. Peningkatan biaya produksi memicu
pengurangan jumlah produksi yang berdampak pada pengurangan jumlah pekerja
(PHK).
“Semakin laju inflasi
meningkat maka semakin berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi dan menambah
jumlah orang miskin di Indonesia. Inflasi menimbulkan akibat buruk dari sisi
aktifitas perekonomian maupun kesejahteraan masyarakat,”tutur Arin Minggu
(11/9/22)
Menurut Arin, jika
pemerintah memiliki beberapa instrument untuk mengendalikan inflasi baik
melalui kebijakan fiscal, kebijakan moneter, serta kebijakan non fiskal dan
moneter. Maka, semua lini masyarakat juga harus bergerak untuk mengatasi dampak
inflasi supaya tidak berkepanjangan.
Pertama yang harus
dilakukan adalah berhemat dan berorientasi pada kebutuhan. Di tengah gejolak
kenaikan harga-harga bahan baku, energi hingga bahan pangan mengharuskan
masyarakat untuk berkonsumsi barang dan jasa seperlunya khususnya dalam penggunaan
BBM dan turunannya. Dengan mengatur ulang pos pengeluaran yang dititikberatkan
pada pos-pos kebutuhan pokok. Salah satunya dengan mengurangi pos leisure
seperti nongkrong hingga traveling.
Kedua meningkatkan
produktivitas untuk mendapatkan alternatif pendapatan tamabahan. Selain
berhemat dan berorientasi pada kebutuhan, sabuk pengaman lainnya supaya selamat
dari inflasi adalah menambah pendapatan atau aliran kas masuk pribadi maupun
rumah tangga. Hal ini guna memperkokoh kesehatan keuangan keluarga.
Ketiga mengurangi
atau melunasi hutang. Di tengah kondisi yang tidak stabil akibat inflasi yang berpotensi menciptakan ketidakpastian (uncertainty)
bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Maka diharapkan masyarakat untuk
berpikir matang sebelum memutuskan untuk menambah hutang.
“Jika
ada pendapatan tambahan, fokuslah untuk mengurangi atau melunasi hutang. Supaya
terjaga dari kondisi yang semakin runyam karena gejolak harga-harga barang dan
jasa di pasar,”katanya.
Keempat mulai menabung dan investasi. Upayakan di tengah kondisi perekonomian yang tidak kondusif, sebisa mungkin dari pendapatan yang ada untuk disisihkan pos tabungan. Secara teknis bisa dilakukan dengan pengalokasian saat menerima gaji dan dilakukan pada rekening terpisah. Tabungan tersebut akan menjadi bantalan saat terjadi hal-hal yang di luar dugaan, untuk dana jaga-jaga dan likuid (cepat cair).
Sedangkan
investasi bisa dilakukan pada instrument-instrumen investasi yang minim risiko,
seperti reksadana, sukuk ritel, emas dan lainnya.
Kelima
mulai siapkan dana darurat dan asuransi. Secara simultan dampak inflasi bisa
menyebabkan pengurangan karyawan atau bahkan PHK.
“Dana
darurat dan asuransi perlu digalakkan sejak dini supaya ada dana yang
menggantikan pendapatan yang hilang,”pungkas Arin.