Terkait
fenomena para artis yang mengaku jika brand mereka mengikuti pergelaran Paris
Fashion Week (PFW) 2022. Menarik perhatian Radius Setiyawan, Dosen
Universitas Muhammadiyah Surabaya.
"Beberapa
hari ini sosial media dibuat gaduh oleh beberapa brand dan artis yang mengaku
tampil di PWF 2022, padahal brand
lokal tersebut hanya tampil di Paris Fashion Show yang diselenggarakan
oleh Gekraf, bukan PFW milik Fédération de la Haute Couture et de la Mode
(FHCM). Fenomena go internasional masih menjadi obsesi banyak brand dan banyak
artis di tanah air." ujar Radius pengajar mata kuliah Cross Culture Understanding
(CCU) di UM Surabaya.
Dia
juga menambahkan bahwa obsesi tersebut sebenarnya wajar. Tetapi akan jadi
masalah jika hal tersebut dilakukan dengan melakukan disinformasi kepada
publik. Disinformasi adalah informasi yang salah, dan orang yang menyebarkannya
mengetahui bahwa hal tersebut adalah salah.
"Disinformasi
masuk dalam kategorisasi hoax. secara definisi disebut kepalsuan yang sengaja
dibuat-dibuat untuk menyamarkan sebagai kebenaran. Hal tersebut tentu hal yang
tidak baik dan tentunya berisiko. Di tengah masyarakat melek media, harusnya
para artis berhati-hati betul akan informasi yang di bagikan." Ujar Radius
yang juga alumnus S2 Kajian Budaya dan Media Universitas Gadjah Mada.
Selain
itu juga, Radius melihat obsesi go internasional sebagai sebuah fenomena lama.
Imajinasi untuk berkarir di luar negeri dan menganggap Eropa atau Amerika
adalah tempat yang lebih baik bisa bagian dari wacana kolonial.
"Dalam
konteks Indonesia hal tersebut bukan sesuatu hal yang baru. Menjadikan barat
sebagai standart keberhasilan dan ukuran kesuksesan. Di beberapa tayangan film
atau hiburan di televisi banyak kita saksikan hal-hal tersebut. Sebagai sebuah
semangat tidak masalah. Tetapi akan menjadi masalah ketika menempatkan segala
sesuatu seolah lebih rendah dari yang di luar negeri." ujar Radius.
Radius
menyebut fenomena di atas sebagai sindrom inferiority complex. Yakni
adanya anggapan bahwa budaya asing beserta bangsanya lebih superior daripada
kita.
"Sikap
rendah diri, minder dan menganggap yang dari luar selalu lebih bagus, sehingga ukuran keberhasilan selalu dari luar
adalah sebuah fenomena khas dunia bekas jajahan. Apalagi obsesi-obsesi tersebut
dilakukan dengan cara-cara yang tidak tepat,"tandasnya.