Setiap orang akan
berupaya maksimal agar dapat menyelesaikan target yang menjadi tanggung
jawabnya di tempat kerja. Namun upaya maksimal ini tanpa disadari sering muncul
dalam bentuk kerja berlebihan.
Tidak jarang, banyak
pekerja sering mengeluh kelelahan, dan situasi ini biasanya dipicu karena upaya
kerja kurang dihargai, kurang mendapat dukungan dari atasan, perlakuan yang
tidak adil, peran dan distribusi tugas yang tidak jelas, deadline yang
mepet, hinggga lingkungan kerja yang toxic atau manajemen lingkungan
kerja yang tidak sehat.
Uswatun Hasanah Dosen
Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya sekaligus Pakar Kesehatan Jiwa
menjelaskan, jika seseorang sering merasa lelah saat berhadapan dengan setumpuk
pekerjaan, seseorang perlu mewaspadai munculnya BOS (Burn Out Syndrom).
“Burnout adalah
kondisi kelelahan fisik, mental maupun emosional, yang disebabkan oleh stres
yang berkepanjangan atau berulang yang umumnya terjadi disebabkan oleh masalah
di tempat kerja dan belum berhasil dikelola,”terang Uswatun.
Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) telah memasukkan burnout dalam International Classification of
Diseases (ICD-11) sebagai fenomena pekerjaan, sebagai kondisi non medis.
“Kondisi burnout ini
secara umum ditandai dengan tiga dimensi yaitu munculnya perasaan kehabisan
energi atau kelelahan, peningkatan jarak mental terhadap pekerjaan atau
perasaan negatif dan sinis terkait pekerjaan dan penurunan kinerja secara
professional,”imbuhnya lagi.
Menurut Uswatun, kondisi burnout
perlu ditangani dengan tepat karena dapat mempengaruhi kinerja dan
profesionalitas kita dalam bekerja, penurunan
motivasi serta dapat menyebabkan munculnya masalah kesehatan mental yang
menetap.
Secara sederhana
mengatasi burn out dapat dilakukan dengan pendekatan “3R” Recognize
artinya mengenali atau memperhatikan tanda gejala munculnya kelelahan
dalam bekerja. Reverse artinya putar balik keadaan dengan mencari
dukungan sosial dan managemen stress. Reselience artinya bangun
ketahanan terhadap stress dengan menjaga pola hidup agar kesehatan fisik dan
mental terjaga.
Uswatun juga membagikan lima
cara untuk mencegah terjadinya burnout. Pertama menyadari batasan diri
dan berani mengatakan “Tidak”. Seseorang perlu menyadari batas kemampuan diri
dalam bekerja, sehingga tidak menerima semua beban pekerjaan yang diberikan
termasuk yang bukan bagian dari jobdesknya.
“Berani mengatakan “Tidak”
memang sesuatu yang menantang namun tidak ada salahnya kita menolak beberapa
pekerjaan yang bukan merupakan bagian dari tanggung jawab divisi kita sehingga
beban kerja juga ikut berkurang,”tegasnya.
Cara yang kedua adalah gunakan skala prioritas. Salah satu hal yang paling efektif dalam menyelesaikan pekerjaan adalah dengan menyusun prioritas kerja yang harus diselesaikan. Seseorang dapat menyusun list pekerjaan menggunakan strategi deadline ataupun dengan menyelesaikan pekerjaan yang dirasa paling mudah lebih dulu.
Ketiga tetap lakukan
interaksi. Interaksi dengan lingkungan sekitar merupakan salah satu cara
mendistraksi diri dari stress yang dirasa saat bekerja.
“Keempat adalah manajemen
waktu. Atur waktu anda dengan baik, jika sudah waktunya beristirahat maka
manfaatkan waktu istirahat tersebut dengan baik, kurangi melakukan hal-hal yang
bersifat pribadi saat bekerja,”imbuhnya.
Terakhir adalah manajemen
stress. Manajemen stress dapat dimulai dengan mengiidentifikasi stressor
dan gejala stress yang sering muncul, mengembangkan pola hidup sehat dengan
makanan yang bergizi, tidur dan istirahat yang cukup.
“Saat kelelahan muncul,
lakukan sedikit perengangan dan relaksasi dengan napas dalam dan juga distraksi
yang dapat dilakukan dengan berjalan-jalan keluar ruangan, menikmati makanan
atau berinteraksi dengan lingkungan sekitar,”tandasnya.