Beberapa tahun terakhir, kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental semakin meningkat terutama di kalangan milenial dan gen-Z. Kesadaran ini juga mencakup berbagai bentuk perilaku yang dapat mempengaruhinya, salah satunya adalah mom shaming.
Dewi
Ilma Antawati Dosen Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) menjelaskan bahwa mom shaming merupakan
istilah popular yang mengacu
pada perilaku menghakimi, mengkritik, atau mempermalukan terhadap seorang yang
berstatus sebagai ibu tentang pengambilan keputusan, kemampuan, maupun hal-hal
yang dilakukan dalam pengasuhan.
“Mengkritik
pilihan ibu menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir, bentuk tubuh ibu,
pilihan metode persalinan, pemilihan pemberian ASI atau susu formula, bentuk
tubuh anak
hingga metode
pengasuhan anak adalah
bentuk mom shaming,”urai Ilma Jumat (11/3/22)
Ilma
menambahkan mom shaming dapat dilakukan secara sadar
maupun tidak sadar, secara langsung maupun melalui media sosial. Beberapa survey
menunjukkan pelaku mom shaming adalah orang terdekat ibu, mulai dari orangtua, mertua, dan kerabat dekat.
“Jika perilaku ini dibiarkan terus menerus akan berdampak negatif pada
korban, seperti hilangnya rasa percaya diri, kecemasan dan stress tentang pengasuhan, menurunnya
kesehatan fisik, hingga memicu post
partum depression. Parahnya lagi juga bisa berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak
melalui perilaku ibu,”katanya lagi.
Lebih lanjut
lagi, Ilma menambahkan pelaku mom shaming adalah mereka yang memiliki
rasa empati yang rendah. Dalam konteks mom
shaming, pelaku melakukan pembenaran terhadap standard nilai-nilai maupun perilakunya sendiri
khususnya dalam hal pengasuhan dengan tujuan mendapatkan rasa keberhargaan diri
yang tidak ia miliki dan menurunkan inferioritasnya.
Sementara untuk
mengatasi dampak negatif mom shaming seorang ibu dapat menata pikirannya agar tetap positif, yakni dengan fokus pada hal-hal
positif yang sudah dilakukan, menerima bahwa tidak ada orang yang sempurna,
bersedia untuk terus belajar mengembangkan diri sebagai ibu, dan tidak
membiarkan komentar negatif dari orang lain mengatur bagaimana ibu mengambil
keputusan ataupun pilihan dalam mengasuh anak.
“Terakhir
keluarga penting untuk memiliki kesadaran bahwa keluarga adalah support system terbaik mulai dari suami, keluarga,
teman dekat, hingga komunitas ibu. Jika itu terjadi seseorang
juga bisa mendapatkan bantuan
professional seperti konselor, psikolog, dan dokter,”tutupnya.