Holy Ichda Wahyuni dosen Pendidikan Guru
Sekolah Dasar (PGSD) sekaligus pemerhati pendidikan Universitas Muhammadiyah
Surabaya (UM Surabaya) memberikan tanggapan terkait fenomena pelajar bertindak
asusila. Satu diantaranya video asusila sepasang remaja di Alun-Alun Pacitan
yang beredar di media sosial.
Menurutnya pendidikan di sekolah saat ini
memang mengajarkan aspek kesehatan reproduksi, namun masih sangat terbatas pada
arah untuk tidak melakukan seks dan Penyakit Menular Seksual (PMS). Hampir tidak ada materi yang terfokus
pada seksualitas, persetujuan hubungan atau sentuhan dengan orang lain yang
umumnya disebut consent dan isu lain yang peka dan sadar gender.
“Disadari atau tidak, perbincangan soal seks di lingkungan keluarga, maupun sekolah masih menjadi hal
yang sangat tabu. Contohnya, dalam penyebutan alat-alat reproduksi saja para
masyarakat masih sering menggunakan nama lain,”ungkap Holy penulis novel Ratih
Dialektika Rasa ini.
Lebih lanjut lagi Holy menjelaskan bahwa secara
langsung dan tidak langsung remaja yang memasuki masa pubertas rasa
keingintahuannya sangat tinggi. Kemudian saat masa itu juga, hormon-hormon
seksual sedang mengalami perkembangan untuk menuju pematangan.
“Saat masa pubertas itulah, jika tanpa adanya
pendampingan dan edukasi seks sejak awal, maka kemungkinan anak akan mencari
pelampiasan seksual dengan jalan yang keliru. Misal dengan video porno, mencoba
dengan kekasih dan lain sebagainya,”imbuh Holy.
Di akhir
paparannya Holy menambahkan fenomena pelajar bertindak asusila di
taman merupakan permasalahan sistemik yang pelik dan multifaktor. Pasalnya,
cara pencegahan tidak hanya ditinjau dari pengetatan pemantauan terhadap taman
maupun tempat umumnya saja.
"Pengetatan pemantauan taman atau tempat umum sebenarnya hanyalah
salah satu di antara banyak cara dalam mengatasinya. Sebab pelaku masih akan
mendapatkan celah untuk melakukan tindakan asusila di tempat lain, sehingga ini
bisa dibenahi mulai dari penguatan karakter personal khususnya pendidikan seks di sekolah,”pungkasnya.