Sabtu 3 September
2022, pemerintah resmi menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) atau menghapus
subsidi BBM. Beragam respon menanggapi kenaikan harga BBM dalam perbincangan
sebelumnya tidak menyurutkan langkah pemerintah. Pertalite naik dari Rp 7.650
menjadi Rp 10.000 per liter. Harga Solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per
liter. Sedangkan pertamax yang non-subsidi naik di harga Rp 14.500 dari
sebelumnya Rp 12.500 per liter.
“Kenaikan harga
BBM sekitar Rp 2.500 akan sangat dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah.
Pasalnya, dampak dari kenaikan harga BBM ini akan mengakibatkan banyak hal,”tutur
Arin Dosen sekaligus Pakar Ekonomi UM Surabaya.
Arin menyebut kenaikan
harga BBM akan berdampak beberapa hal pada masyarakat menengah ke bawah.
Pertama, timbulnya
penurunan daya beli dalam jangka pendek karena income effect (dampak
pendapatan) yang secara riil mengalami penurunan, meskipun bebannya akan
berbeda menurut kelas pendapatan rumah tangga. Khususnya kelompok rumah tangga
terbawah/miskin yang tidak memiliki ruang yang cukup untuk menghadapi masalah cashflow
jangka pendek.
“Kedua secara
simultan kenaikan harga BBM akan menaikkan harga-harga bahan pokok lain yang
tentu memberatkan bagi masyarakat menengah ke bawah yang masih dalam proses
pemulihan ekonomi setelah terdampak adanya pandemic Covid-19,”imbuh Arin Selasa
(6/9/22)
Ketiga, pada aspek
sosial masyarakat adalah mendorong peningkatan angka pengangguran. Pasalnya,
BBM merupakan bahan dasar operasional perusahaan, dengan adanya kenaikan harga
maka akan membebani biaya produksi. Untuk pertimbangan efisiensi produksi, maka
pilihan yang harus diambil perusahaan adalah menghentikan proses perekrutan
karyawan baru hingga terpaksa pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga
berpotensi meningkatkan angka pengangguran.
“Keempat, dengan
meningkatnya angka pengangguran, maka akan berujung pada peningkatan juga
tingkat kemiskinan Indonesia,”imbuhnya lagi.
Arin menjelaskan data
BPS per Maret 2022 menunjukkan garis kemiskinan mengalami kenaikan 3,975%
dibandingkan September 2021 atau menjadi sekitar Rp 505.469.
“Sehingga tidak
salah jika kondisi-kondisi yang ditimbulkan dari kenaikan harga BBM mendorong
timbulnya permintaan akan kebijakan kompensasi, seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai)
maupun BSU (Bantuan Subsidi Upah) sebagai bentuk kompensasi atas kenaikan harga
BBM,”katanya.
Sementara, menurut
Arin bagi kelas menengah atas, kenaikan harga BBM tidak memberikan dampak
signifikan, namun mereka tetap mengalami penurunan disposable income
atau pendapatan yang siap dibelanjakan.