Media sosial
dihebohkan dengan kabar seorang siswa kelas 4 Sekolah Dasar (SD) tewas karena
gantung diri. Siswa berinisial MR yang masih berusia 11 tahun diketahui dari
Banyuwangi Jawa Timur. Diduga MR sengaja mengakhiri hidupnya karena mengalami
perundungan oleh teman-temannya karena disebut tak memiliki ayah atau yatim.
Viralnya
kasus tersebut menarik perhatian Uswatun Hasanah Dosen Keperawatan Jiwa Fakultas
Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya untuk memberikan tanggapan.
Menurutnya bullying merupakan ucapan maupun perilaku
agresif yang tidak diinginkan yang dilakukan dengan sengaja dan berulang untuk
membuat seseorang merasa terintimidasi, terancam, atau tidak berdaya.
“Perilaku ini umumnya terjadi antara anak-anak usia sekolah yang
melibatkan ketidakseimbangan kekuatan yang nyata atau yang dirasakan.
Perilaku bullying dapat menimbulkan berbagai dampak yang
berbahaya terutama bagi korbannya, sehingga perilaku ini perlu dicegah,”ujar
Uswatun Senin (6/3/23)
Uswatun menjelaskan bullying sangat berbahaya bagi
anak-anak maupun remaja, karena dapat mengganggu perkembangan sosial mereka.
Semua jenis bullying memiliki efek buruk pada kesehatan fisik,
mental dan berbagai aspek lainnya.
“Efek paling awal yang dialami korban bullying secara
mental adalah kehilangan kepercayaan diri dan merasa tidak berharga sehingga
korban pada akhirnya mengalami gangguan konsep diri yang menetap,”imbuh Uswatun
lagi.
Menurut penjelasannya, siswa yang sering diintimidasi, lebih mungkin
untuk mengembangkan kecemasan, korban akan terus merasa cemas, memiliki masalah
depresi yang umumnya ditandai dengan perubahan perilaku, gangguan tidur,
perubahan nafsu makan, gangguan emosional, kehilangan minat dan bahkan berpikir
untuk bunuh diri.
“Selain berdampak terhadap kesehatan mental, aspek akademik siswa juga
akan terganggu, seperti prestasi menurun, kehilangan konsentrasi, atau bahkan
menolak untuk bersekolah lagi,”katanya.
Sementara, dampak pada aspek sosial, korban bullying akan merasa
malu untuk berbaur maupun berinteraksi dengan orang lain sehingga
pada jangka panjang merekaa akan mulai menarik diri bahkan mengisolasi diri
dari lingkungan teman sebaya bahkan lingkungan sosial secara menyeluruh.
Ia menambahkan, dampak fisik juga akan dialami oleh korban yang
mendapatkan bullying disertai kekerasan fisik mulai dari luka
ringan, cacat fisik bahkan kematian.
Uswatun mengingatkan bahwa bullying tidak hanya
berdampak pada korban akan tetapi tetapi juga pelaku. Anak atau remaja yang
melakukan intimidasi secara berulang memiliki risiko lebih besar untuk
melakukan kekerasan fisik, pertengkaran verbal, dan umumnya pelaku menolak
bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan.
Penolakan ini dapat terjadi salah satunya karena perilaku bullying dianggap
sebagai sesuatu yang lumrah dan biasa dilakukan oleh anak-anak maupun remaja
seusianya. Sehingga secara tidak langsung pelaku bullying beranggapan
mereka mendapatkan legalitas dari orang dewasa atas tindakan kekerasan yang
mereka lakukan.
Selanjutnya Uswatun menjelaskan beberapa penelitian menunjukkan bahwa
anak-anak yang menggertak orang lain berisiko mengembangkan perilaku
antisosial, agresif dan memiliki masalah akademis.
“Begitu banyak dampak bullying baik bagi korban maupun pelaku, maka lingkungan sekitar seperti orang tua, teman sebaya, lingkungan sekolah, masyarakat bahkan pemerintah perlu ambil andil dalam melakukan pengawasan dan penyusunan kebijakan sehingga fenomena dan peningkatan angka kasus bullying dapat dicegah secara tepat,”tukas Uswatun.