Berdasarkan
data Dinas Kesehatan Provinsi Jatim, kasus leptospirosis pada 2022 tercatat 606
kasus. Tahun ini, terhitung hingga 5 Maret 2023, jumlah kasus leptospirosis tercatat
249 kasus dengan 9 kasus kematian. Dari total 249 kasus itu, terbanyak ada di
Pacitan, yakni 204 kasus dengan 6 kasus kematian, Kabupaten Probolinggo 3
kasus dengan 2 kasus kematian, Gresik 3 kasus, Lumajang 8 kasus, Kota
Probolinggo 5 kasus dengan 1 kasus kematian, Sampang 22 kasus, dan Tulungagung
4 kasus.
Leptospirosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospira
yang dapat menjangkit manusia dan hewan. Bakteri leptospira paling umum
memasuki tubuh melalui hidung, mulut, atau mata, atau melalui abrasi kulit saat
orang terpapar air yang terkontaminasi urine dari hewan yang terinfeksi.
Leptospirosis
terjadi di seluruh dunia tetapi lebih banyak muncul di wilayah-wilayah tropis
dan subtropis yang mengalami curah hujan yang tinggi. Kejadian leptospirosis
terkait erat dengan faktor-faktor risiko infeksi.
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya Dede
Nasrullah menjelaskan ada berbagai faktor-faktor risiko
leptospirosis di Indonesia dengan kejadian banjir dan munculnya genangan air
setelah banjir atau kondisi selokan dan sanitasi yang buruk di daerah hunian.
“Risiko-risiko ini menjadi
lebih buruk saat manusia atau hewan terpapar dengan lingkungan yang
terkontaminasi seperti air berlumpur, air sungai, banjir, saat berenang,
mandi, atau mencuci di sungai,”ujar
Dede Kamis (8/3/23)
Dede menyebut, pekerja lebih
terpapar risiko-risiko ini, terutama mereka yang tidak mengenakan alat
pelindung diri, berkegiatan di sawah, mengumpulkan kayu di hutan, dan
membersihkan sampah.
“Selain itu, air minum yang terkontaminasi dapat
menjadi risiko infeksi leptospirosis pada manusia jika air tersebut tidak
diolah,”imbuh Dede lagi.
Dede
menambahkan, gejala leptospirosis sama seperti
gejala COVID 19 yaitu demam, mata memerah, sakit kepala, panas dingin,
nyeri otot, sakit perut, mual, muntah dan diare. Namun, gejala akan semakin
memburuk saat memasuki fase lanjutan. Pada fase memasuki hari ke-10
setelah infeksi bakteri telah berpindah ke ginjal, gejala seperti batuk
darah, nyeri dada, sulit bernapas, kulit atau mata lebih menguning, urine
berdarah, dan keluar bintik- bintik merah pada kulit.
Dede menjelaskan,
penanganan leptospirosis dapat dilakukan
dengan cara pertama, berperilaku hidup bersih dan sehat dengan menjaga
sanitasi lingkungan. Kedua, mengenakan pakaian pelindung seperti sarung tangan, sepatu bot, dan pelindung
mata saat bekerja di area yang berisiko menularkan bakteri leptospira. Ketiga, menutup luka dengan
plester tahan air, terutama sebelum kontak dengan air di alam bebas. Keempat, menyimpan
makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.
Kelima mencuci tangan, kaki,
serta bagian tubuh lainnya dengan sabun dan air. Keenam memakai sepatu dari
karet dengan ukuran tinggi (bot) dan sarung tangan karet jika bertugas atau
menjadi relawan bencana banjir. Ketujuh membasmi tikus baik di rumah, di
kantor, dan lingkungan dan jangan lakukan kontak dengan binatang yang rentan
jadi pembawa kuman leptospirosis. Kedelapan bersihkan dengan disinfektan
bagian bagian yang terkena banjir.
“Terakhir,
hindari air yang kemungkinan terkontaminasi bakteri
leptospira dan pastikan sumber air bersih tidak tercemar bakteri penyebab lestospirosis,”pungkas Dede.