Berita jatim
menganugerahkan penghargaan kepada salah satu Dosen UM Surabaya Aristiana
Prihating Rahayu sebagai tokoh wanita inspiratif dalam ajang Jatim Inspiring
Women Award 2023 yang digelar di Ballroom Whiz Luxe Hotel Surabaya. Aristiana
yang kerap aktif dalam kegiatan-kegiatan
sosial dan menjadi pelopor pendidikan untuk anak-anak jalanan dinilai
merepresentasikan partisipasi perempuan dalam ranah pendidikan tinggi bangsa.
Lantas bagaimana cerita Aristiana mulai mendirikan tempat
belajar untuk anak-anak jalanan, anak pemulung hingga anak para tunawisma di
kawasan Jembatan Merah Surabaya?
Aktif Kegiatan Sosial sejak jadi Mahasiswa
Aristiana mengaku sejak menjadi
mahasiswa ia memang aktif di berbagai kegiatan sosial seperti menggelar bazar
gratis untuk anak-anak, memberikan pendampingan belajar mengaji di TPA, hingga
pendampingan belajar baca tulis.
“Awal mulanya pada tahun 2011
ketika pagi hendak berangkat kerja, saat itu saya melihat beberapa anak jalanan
di saat jam sekolah mereka tidak bersekolah. Anak-anak tersebut bekerja.
Sepanjang jalan setelah melewati anak-anak tersebut saya gelisah, akhirnya saya
beranikan diri untuk putar balik dan menemuinya secara langsung,”kata Aristiana
Setiba ia di lokasi, rupanya
jumlah anak-anak tersebut lebih dari 10 dengan rentan usia 4-15 tahun. Kemudian
ia mencoba mengobrol dengan anak-anak dan menawarkan diri untuk mengajarinya
belajar secara gratis. Setelah niat baiknya diterima, keesokan harinya ia membawa
papan, spidol alat tulis dan beberapa buku. Kali pertama ia mengajar anak-anak
di pinggir sungai dengan memanfaatkan lahan parkir.
Aristiana menyebut, bahwa latar
belakang orang tua anak-anak tersebut adalah pemulung, sebagian dari mereka
adalah tunawisma yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap sehingga mereka
harus tinggal di bawah kolong jembatan hingga pinggir sungai dan menjalankan
kehidupan sehari-hari.
“Jadi banyak dari mereka tidak
fokus dengan pendidikan, yang mereka pikirkan adalah bagaimana caranya agar
besok tetap bisa makan dan bertahan, banyak dari orang tua yang mendorong
anak-anaknya harus bekerja meski usianya masih belia,”kata Aristiana.
Menurut penuturannya, pada tahun
itu ia menyekolahkan 7 anak sekaligus untuk masuk Sekolah Dasar (SD) yang
dimasukkan dalam Kartu Keluarga (KK) miliknya dengan kesepakatan suami.
Sementara, proses pembelajaran yang ia lakukan tetap berlangsung bersama
anak-anak yang lain.
Setelah berjalan beberapa bulan,
ia harus memutar otak lantaran lahar parkir tersebut tidak boleh digunakan
kegiatan, akhirnya ia mencari tempat lagi, ia manfaatkan bekas Mushola yang
hanya menyisakan lantai. Mushola itu ia perbaiki bersama temannya yang bernama
Bunda Cicha. Di tempat itulah anak-anak jalanan, anak putus sekolah dan dhuafa
mulai dari usia PAUD, SD dan SMP belajar Calistung dan Sholat.
Setelah 2 tahun berjalan, tempat
yang sudah tertata itu digusur lagi, lantaran memang bantaran sungai bukan
tempat untuk beraktivitas. Menyadari anak binaannya semakin banyak, ia harus memutar
otak agar anak-anak tersebut bisa belajar di tempat yang layak. Setelah
penggusuran tersebut, ia memberanikan diri berkeliling mencari kontrakan,
setelah bertanya-tanya ia mendapatkan tempat yang layak dengan tawaran sewa 50
juta.
“Waktu itu, saya hanya modal
pasrah, karena uang juga tidak ada sebanyak itu. Setelah kejadian penggusuran,
banyak pemulung yang empati dan membantu mencari kontrakan. Pagi hari
setelahnya saya mendapatkan kabar, kalau ada Pengusaha bernama Abah Kadir yang
bersedia meminjamkan gudangnya secara gratis untuk belajar anak-anak,”kenang
Aristiana dengan haru.
Tahun 2014 Resmi Menjadi
Komunitas Cahaya Bunda
Setelah ia pindah ke gudang
besar yang difasilitasi Abah Kadir, anak didiknya semakin banyak, tidak hanya
anak -anak jalanan yang belajar, tapi juga anak anak dhuafa yang orang tuanya
tidak mampu. Pada tahun 2014 binaan tersebut menjadi sebuah komunitas yang ia
beri nama Komunitas Cahaya Bunda (KCB). Kini anak-anak tersebut berjumlah lebih
dari 65 orang yang terdiri dari PAUD, SD dan SMP. Menurutnya dalam membesarkan
KCB ia tidak membuka donasi, namun ada banyak sekali orang-orang dermawan yang
mengulurkan tangan mulai dari mengirim meja, kursi, buku-buku hingga konsumsi
untuk anak-anak belajar.
Kini, KCB telah memiliki 5
relawan pengajar dan beberapa diantaranya adalah mahasiswa dari UM Surabaya
dari berbagai fakultas yang secara sukarela membantu mengajar. Menurut Aris,
jadwal pembelajarannya sudah terjadwal dengan baik. Hari Minggu dan Selasa
diperuntukkan untuk PAUD dan SD sementara hari Rabu digunakan untuk taklim
belajar para ibu-ibu.
“Dalam taklim tersebut ibu-ibu
ya belajar sholat, ngaji kadang juga pemberdayaan ekonomi. Kebetulan yang
mengisi materinya dari Ustadz SD Muhammadiyah 11 Surabya dan Pak Polisi dari
Polrestabes Tanjung Perak. Jumlah yang belajar setiap Rabunya ada 35-40,”imbuh
Aristiana lagi.
Menurutnya, usaha pemberdayaan
ekonomi yang telah dilakukan secara nyata adalah batik jumputan dan usaha nasi
bungkus yang masih terus berjalan hingga sekarang. Jadi tidak hanya anak-anak
yang dididik namun juga para orang tua agar pikirannya lebih maju dan terbuka.
Prinsip dalam Berdakwah
Di tengah pembelajaran yang
terus diberikan kepada anak-anak, ia selalu menyisipkan semangat bahwa
anak-anak harus berani bermimpi besar. Menurutnya, apapun latar belakang
kehidupan anak, ia berhak memperoleh pengetahuan dan pendidikan yang layak.
Kini beberapa anak didiknya telah lulus hingga Sekolah Menengah Atas (SMA),dan
ia berharap anak-anak tersebut akan terus mengenyam pendidikan hingga perguruan
tinggi.
Dalam hidupnya Aristiana
memiliki prinsip yang selalu ia pegang bahwa sebaik-baik manusia adalah yang
selalu bermanfaat untuk orang lain. Ia juga meyakini prinsip bahwa “Ketika kita
memikirkan nasib orang lain, InsyaaAllah, Allah akan mengatur nasib kita”.